Ancaman siber global yang semakin kompleks dan multifaset kini menjadi salah satu tantangan paling mendesak bagi Indonesia, terutama di tengah laju percepatan transformasi digital yang ambisius. Keamanan data yang tak tergoyahkan, keandalan infrastruktur digital yang prima, dan isu kedaulatan digital yang tak dapat ditawar lagi, bukan hanya sekadar aspek teknis, melainkan fondasi esensial yang menopang visi besar Indonesia Emas 2045. Visi ini, yang mengidamkan Indonesia sebagai negara maju dan berdaya saing global, tidak akan tercapai tanpa ekosistem digital yang aman, terpercaya, dan berdaulat.
Isu krusial mengenai peningkatan ancaman siber dan urgensi penguatan kedaulatan digital ini menjadi sorotan utama dalam ajang TechConnect+ 2025 yang sukses diselenggarakan oleh China Mobile International (CMI) Indonesia di Jakarta. Forum bergengsi ini berhasil mempertemukan berbagai pemangku kepentingan vital, mulai dari regulator kebijakan, pakar keamanan siber terkemuka, perwakilan asosiasi industri, hingga para pelaku usaha dari berbagai sektor. Tujuannya jelas: untuk secara kolektif membahas dan merumuskan strategi pembangunan ekosistem digital yang tidak hanya inovatif tetapi juga aman, tangguh, dan terpercaya.
Dalam acara tersebut, CMI menegaskan adanya pergeseran strategis yang signifikan dari perannya yang semula hanya berfokus sebagai penyedia konektivitas global. Kini, CMI memposisikan diri sebagai "enabler digital" yang lebih holistik, dengan fokus utama pada peningkatan ketahanan siber dan adopsi kecerdasan buatan (AI) yang bertanggung jawab. Langkah proaktif ini dinilai sangat krusial dan relevan, mengingat tren peningkatan serangan siber yang kian masif dan canggih, seringkali menargetkan infrastruktur digital kritis serta layanan publik yang esensial. Serangan-serangan ini bervariasi dari ransomware yang melumpuhkan, pencurian data sensitif, hingga spionase siber yang mengancam keamanan nasional dan ekonomi.
Acara TechConnect+ 2025 dibuka secara resmi oleh Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kementerian Perindustrian, Bapak Solehan. Dalam sambutannya, beliau menekankan betapa fundamentalnya memiliki infrastruktur digital yang tangguh dan resilien sebagai tulang punggung untuk mendukung penuh transformasi Industri 4.0 di Indonesia. Menurut Solehan, percepatan digitalisasi di berbagai sektor strategis, seperti manufaktur, pertanian, dan logistik, harus senantiasa diiringi dengan kesiapan sistem keamanan yang mumpuni. Hal ini vital untuk memastikan bahwa sektor-sektor strategis nasional tetap terlindungi dari berbagai ancaman siber yang dapat menghambat pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.
Diskusi utama dalam forum tersebut, yang bertajuk "IoT Connectivity Transformation & Digital Protection for a Trusted Digital Ecosystem", menyoroti secara mendalam pentingnya membangun "kepercayaan digital" sebagai pilar utama ekosistem digital. Marketing Manager CMI Indonesia, David Sugandi, dengan tegas menyatakan bahwa kecepatan transformasi digital yang masif tidak akan berarti apa-apa tanpa diimbangi oleh keamanan yang kuat dan terjamin. "Saat Indonesia berpacu menuju 2045, kecepatan semata tidaklah cukup tanpa keamanan. Kepercayaan digital kini menjadi mata uang baru yang paling berharga. CMI berkomitmen tidak hanya menghubungkan Indonesia ke dunia, tetapi juga menjaga kedaulatannya di ranah digital," ujar David, dalam keterangan yang diterima detikINET, Sabtu (20/12/2025). Pernyataan ini menggarisbawahi pergeseran paradigma, di mana kepercayaan telah menjadi aset tak ternilai dalam lanskap digital modern.
David Sugandi lebih lanjut menjelaskan bahwa seluruh infrastruktur CMI, yang meliputi jaringan kabel bawah laut berkapasitas tinggi hingga layanan cloud computing yang canggih, telah dirancang dan dibangun dengan pendekatan ketahanan siber (cyber resilience) yang komprehensif. Pendekatan ini bertujuan untuk secara efektif melindungi data krusial dan aktivitas ekonomi digital nasional dari berbagai bentuk serangan dan gangguan. Untuk menjaga standar keamanan yang tinggi dan selalu relevan dengan perkembangan ancaman, CMI juga menjalin kolaborasi erat dengan para pakar keamanan siber terkemuka dan berbagai asosiasi industri. Kolaborasi ini membentuk kerangka kerja yang komprehensif untuk berbagi intelijen ancaman, mengembangkan standar keamanan terbaik, dan merespons insiden secara kolektif.
Selain fokus pada isu keamanan siber yang fundamental, TechConnect+ 2025 juga membahas secara ekstensif potensi dan pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) di berbagai sektor strategis. Sektor kesehatan, misalnya, menjadi salah satu area yang disorot, di mana infrastruktur digital berbasis AI dinilai mampu mempercepat pemerataan layanan publik dan meningkatkan efisiensi operasional. Namun, diskusi juga menekankan bahwa implementasi AI harus selalu dibangun dengan prinsip perlindungan data yang kuat, etika penggunaan, dan transparansi algoritma untuk menghindari penyalahgunaan atau pelanggaran privasi. Ancaman siber terhadap sistem AI sendiri juga merupakan perhatian serius, mengingat potensi dampak yang luas jika sistem tersebut dikompromikan.
CMI memandang bahwa kolaborasi lintas sektor yang kuat dan sinergis antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan, industri sebagai inovator, dan penyedia infrastruktur sebagai tulang punggung, merupakan kunci utama untuk secara efektif menghadapi tantangan digital di masa depan. Di tengah intensitas ancaman siber yang terus meningkat dan berevolusi, penguatan kedaulatan digital dan pembangunan kepercayaan digital dipandang sebagai langkah-langkah strategis yang sangat penting. Ini akan memungkinkan Indonesia untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh sebagai kekuatan ekonomi digital yang berkelanjutan, inovatif, dan berdaya saing tinggi di kancah global.
Membangun kedaulatan digital berarti memastikan bahwa Indonesia memiliki kontrol penuh atas infrastruktur digitalnya, data warga negaranya, dan kemampuan untuk mempertahankan diri dari intervensi asing di ruang siber. Ini melibatkan pengembangan talenta siber lokal, penguatan regulasi perlindungan data pribadi, investasi dalam teknologi keamanan siber domestik, serta partisipasi aktif dalam forum-forum internasional untuk membentuk norma-norma siber yang adil dan aman.
Pemerintah Indonesia, melalui berbagai lembaga seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), dan Kementerian Perindustrian, telah menunjukkan komitmen kuat dalam menghadapi tantangan ini. Namun, kompleksitas ancaman siber menuntut pendekatan yang lebih terpadu dan adaptif. Pelaku usaha, seperti CMI, dengan keahlian dan infrastruktur globalnya, memiliki peran krusial dalam mendukung agenda nasional ini. Mereka tidak hanya menyediakan teknologi, tetapi juga membawa praktik terbaik dan pengalaman internasional dalam mitigasi risiko siber.
Pada akhirnya, visi Indonesia Emas 2045 yang inklusif dan berkelanjutan sangat bergantung pada sejauh mana negara ini mampu mengamankan ranah digitalnya. Peningkatan ancaman siber bukan hanya risiko teknis, melainkan ancaman terhadap stabilitas ekonomi, keamanan nasional, dan masa depan digital bangsa. Oleh karena itu, percepatan penguatan kedaulatan dan kepercayaan digital bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan mutlak yang harus "digeber" dengan segala sumber daya dan komitmen yang ada. Ini adalah investasi jangka panjang untuk memastikan bahwa transformasi digital Indonesia akan membawa manfaat maksimal bagi seluruh rakyat, tanpa mengorbankan keamanan dan kedaulatan di dunia maya.
(asj/fay)
