Pada tanggal 25 Desember, JLo, yang dikenal dengan penampilannya yang selalu sempurna dan menawan, membagikan sebuah foto mirror selfie kepada jutaan pengikutnya di Instagram. Dalam foto tersebut, pelantun lagu "On the Floor" ini terlihat tersenyum manis, mengenakan gaun merah merona yang elegan, lengkap dengan pita khas Natal yang melingkar anggun, memancarkan aura kegembiraan Natal. Lokasi pengambilan foto diduga berada di kamar mandi mewahnya, terpantul dari sebuah cermin besar. "Merry Christmas one and all!" tulisnya dalam keterangan foto, berharap dapat berbagi semangat liburan dengan para penggemar. Namun, di balik senyum manis dan suasana meriah itu, ada satu detail kecil yang justru menarik perhatian netizen yang bermata jeli: pantulan benda di tangannya. JLo tampak memegang ponselnya, yang dalam deskripsi awal disebutkan sebagai "iPhone 17"—sebuah detail yang seketika memicu rasa penasaran dan keheranan, mengingat model iPhone terbaru saat ini belum mencapai angka tersebut, menambah lapisan keanehan pada keseluruhan narasi.
Tidak butuh waktu lama setelah foto itu diunggah, warganet dengan cepat mengidentifikasi apa yang mereka anggap sebagai kejanggalan. Mereka mulai menuduh JLo telah menggunakan perangkat lunak pengedit foto secara berlebihan, yang mengakibatkan distorsi pada beberapa objek di latar belakang. Kritik pedas pun mulai membanjiri kolom komentar. Salah satu komentar yang paling menonjol dan menjadi viral datang dari akun @azzu**ochurro, yang dengan sindiran tajam menulis, "Ponselmu membengkokkan ruang dan waktu ya queen." Sindiran ini merujuk pada distorsi garis lurus yang terlihat di sekitar area ponsel dan cermin, yang secara kasat mata tampak melengkung atau tidak proporsional. Netizen lain menambahkan, "Nggak tahu kalau iPhone 17 juga melengkung," mempertanyakan keaslian gambar tersebut sembari menyindir model ponsel yang disebutkan—sebuah detail yang semakin memperkuat dugaan adanya manipulasi digital.
Kritik tidak berhenti di situ. Banyak netizen yang menganalisis lebih jauh, menunjuk pada garis-garis dinding, kusen pintu, atau bahkan bingkai cermin itu sendiri yang tampak sedikit melengkung atau tidak lurus sebagaimana mestinya. Fenomena distorsi semacam ini memang sering kali menjadi indikator utama dari penggunaan fitur liquify atau warp dalam aplikasi pengeditan foto yang bertujuan untuk menyempurnakan bentuk tubuh atau wajah, namun seringkali meninggalkan jejak yang terlihat jelas pada objek-objek di sekitarnya. Bagi sebagian besar pengamat media sosial, terutama mereka yang terbiasa dengan trik-trik pengeditan foto, kejanggalan ini terlalu kentara untuk diabaikan. Mereka merasa bahwa JLo, dengan reputasinya sebagai ikon gaya dan kecantikan yang selalu sempurna, telah terjebak dalam perangkap standar kecantikan yang tidak realistis yang ia sendiri coba pertahankan. Tuduhan ini semakin meruncing, menciptakan narasi bahwa di balik citra glamor seorang bintang, ada upaya tak terlihat untuk mencapai kesempurnaan yang pada akhirnya justru menjadi bumerang.
Menghadapi gelombang komentar negatif dan tuduhan yang semakin memanas, Jennifer Lopez tidak tinggal diam. Ia segera memberikan klarifikasi, mencoba meluruskan kesalahpahaman yang terjadi. Dengan nada yang tegas namun tetap elegan, JLo membalas komentar-komentar tersebut, memberikan penjelasan yang mengejutkan banyak pihak. "Itu bukan Photoshop, itu noda di cerminku!" balasnya. Penjelasan ini diikuti dengan serangkaian tagar yang menunjukkan campuran antara pembelaan diri, rasa frustrasi, dan sentuhan humor yang khas. Tagar-tagar seperti #LordBlessTheHaters dan #WishThereWasPhotoshopForHaters seolah-olah menjadi pesan langsung bagi para pengkritiknya, menunjukkan bahwa ia menyadari adanya kritik, namun menolaknya dengan argumen yang berbeda. Ada pula tagar yang menunjukkan keaslian seperti #NoFilter (meskipun kemudian menjadi ironis di mata beberapa netizen) dan #ChristmasCheer untuk mempertahankan semangat liburan.

Meskipun JLo telah memberikan penjelasannya, insiden ini berujung pada penghapusan foto tersebut dari halaman Instagram-nya. Keputusan untuk menghapus foto tersebut bisa diinterpretasikan dengan berbagai cara: apakah itu sebagai bentuk pengakuan atas kejanggalan yang ada, upaya untuk meredakan kontroversi, atau sekadar langkah untuk menghindari perdebatan yang tidak perlu di tengah momen liburan. Apapun alasannya, penghapusan foto itu secara tidak langsung memperpanjang diskusi tentang keaslian gambar dan tekanan yang dihadapi selebriti di media sosial.
Di sisi lain, tidak semua netizen ikut serta dalam gelombang kritik. Ada pula sebagian yang membela Jennifer Lopez, berpendapat bahwa kejanggalan pada foto tersebut memang disebabkan oleh faktor-faktor alami, bukan editan berlebihan. Mereka sependapat dengan penjelasan JLo mengenai noda pada cermin. Beberapa komentar pembelaan muncul, seperti "Angle kamera kerja lembur hari ini," sebuah candaan yang menunjukkan bahwa distorsi bisa saja terjadi karena sudut pengambilan gambar atau jenis lensa yang digunakan. Ada juga yang menyatakan, "Hahhh. Cerminnya cuma melengkung," atau "Itu cuma cermin yang bermasalah," menunjukkan bahwa cermin, terutama cermin dekoratif atau cermin lama, memang bisa memiliki permukaan yang tidak rata atau sedikit melengkung, yang secara alami akan memantulkan gambar dengan distorsi. Argumen ini menyoroti bahwa tidak semua ketidaksempurnaan visual di media sosial selalu merupakan hasil manipulasi digital, melainkan bisa jadi akibat dari fenomena optik atau kondisi objek di sekitar.
Kasus Jennifer Lopez ini bukan yang pertama kali terjadi di dunia selebriti, dan tentu bukan yang terakhir. Insiden ini menjadi cerminan nyata dari budaya media sosial saat ini, di mana setiap detail kecil dari kehidupan selebriti, terutama yang berkaitan dengan penampilan, berada di bawah mikroskop pengawasan publik. Tekanan untuk selalu tampil sempurna, menjaga citra awet muda, dan memenuhi standar kecantikan yang seringkali tidak realistis, telah mendorong banyak selebriti—dan bahkan masyarakat umum—untuk menggunakan alat bantu pengeditan foto. Namun, seperti yang ditunjukkan oleh kasus JLo, upaya ini seringkali dapat menjadi bumerang, memicu perdebatan tentang keaslian dan kejujuran. Keberadaan "iPhone 17" dalam narasi awal, entah itu sebuah kesalahan ketik dari media yang melaporkan atau detail yang sengaja ditambahkan untuk sensasi, semakin menambah lapisan keanehan pada seluruh insiden, seolah-olah keseluruhan cerita ini memang sengaja dirancang untuk memancing diskusi.
Pada akhirnya, pertanyaan mendasar yang muncul adalah: apakah benar-benar ada yang salah jika JLo, atau siapa pun, mengedit fotonya untuk terlihat lebih baik? Dalam dunia yang semakin didominasi oleh citra yang dikurasi, batasan antara kenyataan dan representasi seringkali menjadi kabur. Seperti yang dilansir dari Bored Panda, insiden semacam ini hanyalah salah satu dari sekian banyak contoh di mana foto selebriti menjadi bahan diskusi dan perdebatan di media massa. Terlepas dari apakah foto itu diedit atau tidak, satu hal yang pasti adalah Jennifer Lopez tetap terlihat cantik dan memesona dalam foto tersebut. Kontroversi ini mungkin lebih banyak berbicara tentang budaya "julid" dan obsesi terhadap kesempurnaan di media sosial, daripada tentang JLo itu sendiri. Ini adalah pengingat bahwa di era digital, setiap unggahan, sekecil apa pun, dapat menjadi pemicu diskusi yang meluas, menyoroti tantangan menjaga privasi dan keaslian di mata publik yang haus akan cerita dan drama.
