0

Harry De Fretes Banting Setir Jualan Bubur: 4 Bulan Pertama Kayak Ditonjokin, Kini Nikmati Kepuasan Merintis Bisnis Kuliner dari Nol

Share

BOSSPULSA.COM, Yogyakarta – Kehidupan para figur publik seringkali identik dengan gemerlap panggung dan sorotan kamera. Namun, di balik popularitas tersebut, banyak yang memilih untuk merintis jalan baru, bahkan di bidang yang sama sekali berbeda. Aktor senior yang lekat dengan karakternya yang jenaka, Harry De Fretes, membuktikan hal tersebut dengan keputusannya untuk banting setir dan terjun ke dunia kuliner. Lama tak terdengar kabarnya di layar kaca, Harry kini tengah berjuang keras merintis usaha bubur ayam dengan nama Boim Chicken, sebuah pilihan yang ternyata membawanya pada tantangan yang jauh berbeda dari dunia seni peran yang membesarkannya.

Perjalanan Harry De Fretes dari aktor kawakan menjadi seorang pedagang bubur ayam ternyata tidaklah semulus yang dibayangkan banyak orang. Empat bulan pertama merintis usaha ini diakui oleh Harry sebagai periode terberat dalam hidupnya. Ia menggambarkan masa-masa awal tersebut layaknya "dihajar habis-habisan", sebuah metafora yang kuat untuk menggambarkan kesulitan dan perjuangan yang ia hadapi. "Berdagang tuh beda dengan jadi artis. Kalau syuting semua sudah dipersiapkan, skrip ada, kostum tinggal minta. Tapi berusaha membangun usaha, 4 bulan ini saya benar-benar kayak ditonjokin. Asli, kayak ditonjokin, buak! buak!" curhat Harry De Fretes saat ditemui di kawasan Jalan Kapten P Tendean, Jakarta Selatan, pada Rabu (17/12/2025). Ungkapan ini menggambarkan betapa jauhnya perbedaan antara menerima pekerjaan yang sudah terstruktur dengan membangun sebuah bisnis dari nol, di mana segala sesuatu harus ia atasi sendiri.

Tantangan yang dihadapi Harry tidak hanya terbatas pada aspek finansial atau modal awal. Justru, ia menyoroti bahwa hambatan terbesar terletak pada mental dan aspek teknis dalam menjalankan sebuah bisnis. Harry menolak untuk sekadar menaruh namanya pada usaha kuliner ini dan kemudian lepas tangan. Sebaliknya, ia memilih untuk terlibat langsung dalam setiap detail operasional, termasuk turun ke dapur untuk belajar dan memahami seluk-beluk pembuatan bubur ayam. Dedikasinya terlihat dari kegigihannya untuk memahami harga modal yang sebenarnya. Ia rela meluangkan waktu untuk pergi ke pasar tradisional, tawar-menawar, dan memantau harga bahan-bahan pokok seperti kunyit, kemiri, hingga bawang. Tindakan ini menunjukkan keseriusannya untuk benar-benar mengerti nilai setiap komponen yang dibutuhkan dalam usahanya, bukan sekadar mengandalkan orang lain.

Salah satu kisah yang paling menarik dari perjuangan Harry adalah pengalamannya saat mencoba membuat bubur ayam sendiri untuk pertama kalinya. Ia sempat mengalami kegagalan total. Meskipun telah mengaduk adonan beras selama dua jam, hasilnya tetap belum menyerupai bubur. Situasi ini justru memicu semangatnya untuk tidak menyerah. Ia kemudian mendatangi seorang tukang bubur di kawasan Jagakarsa untuk "berguru". Dengan penuh kerendahan hati, ia berusaha mendapatkan ilmu dari sang pedagang. "Si Abangnya antara mau ngasih tahu atau gak. Tapi aku trik, ‘Bang gue beli kerupuknya dulu deh, pesan semangkok’. Akhirnya dikasih tahu kuncinya air harus mendidih banget," kenangnya sambil tertawa, menggambarkan kelucuan sekaligus keuletannya dalam mencari solusi. Pengalaman ini menunjukkan bahwa dalam dunia bisnis, terkadang kita harus menggunakan strategi cerdik dan rendah hati untuk mendapatkan ilmu yang berharga dari orang lain, bahkan dari mereka yang mungkin terlihat lebih sederhana.

Harry dengan jujur mengakui bahwa nama besarnya sebagai aktor senior tidak serta merta menjamin kesuksesan instan bagi usaha kulinernya. Di dunia bisnis, ia merasa harus memulai dari nol kembali, berjuang untuk diperhitungkan, sebuah kontras yang sangat berbeda dengan posisi yang ia nikmati di dunia hiburan. Ia harus menghadapi realitas bahwa popularitas di layar kaca tidak otomatis diterjemahkan menjadi keuntungan di pasar. Bahkan, ia pernah mengalami kepanikan ketika salah satu karyawannya tiba-tiba berhenti bekerja hanya setelah dua hari bertugas. Pengalaman-pengalaman seperti ini menguji ketahanan mental dan kemampuannya dalam beradaptasi. Namun, di tengah berbagai tantangan tersebut, Harry mengungkapkan rasa syukurnya karena sistem usahanya kini mulai terbentuk dan berjalan lebih terstruktur.

"Kalau sebagai artis saya dapat privilege, dianggap senior. Kalau di usaha? Belum. Saya mesti merintis lagi. Tapi sekarang saya puas, karena saya berhasil bikin sendiri, dihidangkan ke orang, orang bilang enak, dan dibayar," pungkasnya dengan nada bangga. Pernyataan ini menjadi puncak dari perjuangannya. Kepuasan yang ia rasakan bukanlah sekadar dari keuntungan finansial, tetapi dari pencapaian pribadi. Ia berhasil menciptakan sesuatu dari nol, menyajikannya kepada orang lain, mendapatkan apresiasi berupa pujian atas rasa masakannya, dan pada akhirnya, mendapatkan imbalan atas jerih payahnya. Kebanggaan ini adalah bukti nyata dari hasil kerja keras dan dedikasi yang telah ia curahkan.

Bubur ayam racikan Harry De Fretes ini dibanderol dengan harga Rp 25.000 per porsi. Meskipun mengakui bahwa perjuangan di awal sangat berat, kini Harry menikmati peran barunya sebagai seorang pengusaha kuliner. Lebih dari sekadar mencari nafkah, keputusannya untuk merintis usaha ini juga menjadi salah satu cara baginya untuk tetap terhubung dengan akar budaya, melalui Yayasan Lenong Rumpi yang ia dirikan. Keterlibatannya dalam yayasan ini menunjukkan bahwa meskipun banting setir ke dunia bisnis, kecintaannya pada seni pertunjukan tradisional Indonesia tidak pernah pudar. Ia berhasil memadukan dua dunia yang berbeda, membuktikan bahwa transisi karir dapat membawa kepuasan tersendiri, bahkan ketika dihadapkan pada berbagai rintangan yang tak terduga. Perjalanan Harry De Fretes ini bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang yang ingin mencoba peruntungan di bidang baru, bahwa kegigihan, kerendahan hati, dan semangat belajar adalah kunci utama untuk meraih kesuksesan, tidak peduli seberapa berat tantangan yang dihadapi. Ia telah membuktikan bahwa pengalaman di satu bidang bisa menjadi modal berharga untuk menaklukkan bidang lain, asalkan disertai dengan kemauan keras dan adaptabilitas.