0

Samsung Akhirnya Kembangkan Baterai Silicon-Carbon, Tapi…

Share

Anak usaha raksasa teknologi Korea Selatan, Samsung SDI, secara resmi mengumumkan langkah signifikan dalam pengembangan teknologi baterai generasi terbaru. Melalui kemitraan strategis dengan produsen mobil KG Mobility, Samsung SDI kini memfokuskan upaya pada pengembangan baterai untuk kendaraan listrik (EV) yang mengusung sel silinder canggih. Pengumuman yang disampaikan melalui blog resmi Samsung SDI ini menandai era baru, di mana mereka akan mengintegrasikan teknologi katoda NCA (Nikel, Kobalt, Aluminium) berkapasitas tinggi dengan anoda Silicon-Carbon (Si-C) pada sel silinder seri 46.

Kombinasi teknologi mutakhir ini dijanjikan membawa revolusi dalam performa EV. Baterai generasi baru ini diklaim mampu menghadirkan jarak tempuh yang jauh lebih panjang, peningkatan performa akselerasi dan daya, serta tingkat keamanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi baterai EV konvensional. Informasi ini, sebagaimana dikutip dari Phone Arena pada Sabtu (27/12/2025), menggarisbawahi komitmen Samsung SDI untuk menjadi pemain kunci dalam transisi global menuju mobilitas listrik yang lebih efisien dan berkelanjutan.

Inti dari inovasi ini terletak pada penggunaan anoda Silicon-Carbon (Si-C). Material Si-C menjadi sorotan utama karena kemampuannya yang superior dalam menyimpan energi dibandingkan anoda grafit konvensional. Secara teoritis, silikon murni memiliki kapasitas penyimpanan energi hingga sepuluh kali lipat lebih besar dibandingkan grafit, menjadikannya "holy grail" dalam pengembangan baterai berdensitas energi tinggi. Samsung SDI menjelaskan bahwa teknologi ini tidak hanya meningkatkan kapasitas, tetapi juga membantu mengurangi pembengkakan sel—masalah umum pada baterai berkapasitas besar—serta memperpanjang umur pakai baterai secara signifikan. Ini adalah terobosan krusial yang dapat mengatasi dua tantangan terbesar dalam industri baterai modern: kepadatan energi dan durabilitas.

Selain inovasi pada material anoda, baterai baru ini juga mengadopsi desain tabless. Desain revolusioner ini, yang telah dipelopori oleh beberapa pemain kunci di industri, bertujuan untuk meningkatkan output daya secara substansial sekaligus mempercepat proses pengisian daya. Dengan menghilangkan tab konvensional yang menjadi penghambat aliran elektron, baterai dapat mengisi dan mengosongkan daya lebih efisien. Lebih lanjut, sistem manajemen termal yang ditingkatkan dan proses manufaktur yang lebih presisi diklaim membuat baterai ini lebih stabil dan andal untuk penggunaan jangka panjang dalam berbagai kondisi operasional kendaraan listrik masa depan. Semua fitur ini menunjukkan pendekatan komprehensif Samsung SDI untuk tidak hanya meningkatkan kapasitas, tetapi juga keseluruhan performa dan keamanan baterai EV.

Namun, di balik kabar positif dan penuh harapan dari sektor EV ini, muncul sebuah ironi yang cukup mencolok dan menjadi perbincangan hangat di kalangan pengamat industri serta pengguna gadget. Samsung, sebagai perusahaan induk, dinilai masih menunjukkan keengganan untuk mengadopsi teknologi Silicon-Carbon ini ke lini produk smartphone Galaxy mereka, termasuk seri flagship mendatang, Galaxy S26. Kontras ini menciptakan tanda tanya besar, mengingat posisi Samsung sebagai pemimpin pasar smartphone global dan inovator teknologi.

Padahal, baterai Si-C saat ini tengah menjadi perbincangan panas dan tren yang berkembang pesat di industri smartphone. Berbeda dengan baterai lithium-ion konvensional yang mengandalkan grafit sebagai anoda, baterai Silicon-Carbon mencampurkan silikon, yang seperti dijelaskan sebelumnya, secara teoritis mampu menyimpan energi hingga 10 kali lebih banyak. Dampak langsung dari teknologi ini sangat signifikan bagi pengguna: kapasitas baterai bisa melonjak drastis tanpa harus mengorbankan estetika dengan membuat bodi ponsel menjadi tebal dan berat. Ini adalah solusi ideal untuk permintaan pasar akan daya tahan baterai yang lebih lama tanpa kompromi desain.

Beberapa produsen smartphone lain, khususnya dari Tiongkok, telah bergerak lebih cepat dan mulai memanfaatkan teknologi Si-C ini untuk menghadirkan baterai berkapasitas jauh lebih besar. Tidak jarang kita melihat ponsel-ponsel yang mengusung baterai 6.000 mAh bahkan hingga 8.000 mAh, namun tetap mempertahankan desain yang ramping dan ergonomis. Pencapaian ini menjadi bukti nyata potensi Si-C dalam mengatasi batasan fisik baterai lithium-ion berbasis grafit.

Selain daya tahan yang lebih lama, baterai Si-C juga menawarkan keunggulan lain yang krusial bagi pengalaman pengguna. Teknologi ini mendukung pengisian daya yang jauh lebih cepat, memungkinkan pengguna mengisi ulang daya ponsel mereka dalam waktu singkat. Lebih dari itu, baterai Si-C menunjukkan performa yang lebih stabil di suhu ekstrem, terutama cuaca dingin yang kerap menjadi musuh utama baterai konvensional, menyebabkan penurunan drastis pada kapasitas efektif dan kecepatan pengisian. Dengan demikian, Si-C bukan hanya tentang kapasitas, tetapi juga tentang pengalaman penggunaan yang lebih konsisten dan andal.

Harapan agar Samsung, sebagai pemimpin pasar, ikut mengadopsi teknologi baterai revolusioner ini ke lini smartphone Galaxy-nya sangat besar di kalangan pengguna setia maupun pengamat industri. Banyak yang berharap Galaxy S26, atau setidaknya S26 Ultra, akan menjadi perangkat pertama yang membawa peningkatan kapasitas baterai signifikan berkat Si-C. Namun, bocoran yang beredar justru mengindikasikan bahwa Galaxy S26 Ultra masih akan mempertahankan kapasitas baterai 5.000 mAh. Kapasitas ini adalah angka yang sama yang telah digunakan Samsung pada seri flagship Ultra-nya selama kurang lebih enam tahun terakhir, sebuah stagnasi yang mulai terasa kuno di tengah inovasi pesat para kompetitor.

Untuk mengimbangi keterbatasan kapasitas baterai yang tidak berubah tersebut, Samsung dikabarkan akan lebih mengandalkan efisiensi komponen lain dalam Galaxy S26 Ultra. Salah satu strategi utamanya adalah penggunaan panel layar M14 OLED terbaru. Panel ini diklaim jauh lebih hemat daya dibandingkan generasi sebelumnya, sebuah langkah logis untuk memperpanjang daya tahan baterai tanpa meningkatkan kapasitas fisiknya. Namun, bocoran terbaru justru menyebutkan bahwa panel M14 ini tidak akan dimaksimalkan sepenuhnya dari sisi visual.

Samsung disebut lebih memprioritaskan efisiensi daya ketimbang performa layar puncak. Beberapa pembatasan yang dirumorkan termasuk kedalaman warna 8-bit, tingkat kecerahan maksimum sekitar 2.600 nits, serta penggunaan Pulse Width Modulation (PWM) dengan frekuensi rendah. Meskipun angka 2.600 nits sudah sangat cerah, namun jika dibandingkan dengan rumor kompetitor atau potensi maksimal OLED, ini bisa jadi sebuah kompromi. Penggunaan PWM frekuensi rendah juga dapat menimbulkan efek kedipan yang lebih terasa bagi sebagian pengguna sensitif. Langkah-langkah ini diyakini bertujuan tunggal untuk menjaga daya tahan baterai tetap optimal dengan kapasitas yang tidak berubah, bahkan jika itu berarti sedikit mengorbankan potensi visual terbaik dari panel OLED terbaru.

Dengan kondisi dan strategi yang terlihat konservatif ini, adopsi baterai Silicon-Carbon di lini smartphone Galaxy tampaknya masih harus menunggu waktu. Jika tren industri dan tekanan pasar dari kompetitor yang agresif terus meningkat, bukan tidak mungkin Samsung baru akan membawa teknologi baterai Si-C ini ke ponsel pintarnya pada tahun 2027 atau bahkan setelahnya. Penundaan ini dapat berimplikasi pada persepsi konsumen terhadap inovasi Samsung di segmen smartphone, terutama dalam hal daya tahan baterai yang menjadi salah satu fitur paling dicari saat ini. Sementara Samsung SDI memimpin revolusi baterai di sektor EV, divisi smartphone-nya tampaknya memilih jalur yang lebih berhati-hati, membiarkan para kompetitornya lebih dulu menjajaki dan menguasai pasar baterai Si-C di ponsel pintar.

(asj/hps)