Jakarta – Seniman digital revolusioner, Mike Winkelmann, yang lebih akrab disapa Beeple, sekali lagi berhasil mencuri perhatian global dengan karya terbarunya yang provokatif dan futuristik. Dalam ajang Art Basel Miami Beach yang bergengsi, instalasi bertajuk ‘Regular Animals (2025)’ tak hanya menjadi buah bibir, tetapi juga ludes terjual dalam sekejap, dengan setiap unit robot anjing berwajah tokoh teknologi ternama seperti Elon Musk dan Mark Zuckerberg dibanderol sekitar USD 100.000, atau setara dengan Rp 1,5 miliar. Kesuksesan penjualan ini terjadi bahkan sebelum pameran dibuka untuk umum, menegaskan daya tarik tak terbantahkan dari seniman yang dikenal sebagai salah satu pelopor seni digital dan NFT ini.
Instalasi ‘Regular Animals (2025)’ menjadi daya tarik utama di area seni digital baru bernama Zero 10, yang memang didedikasikan untuk eksplorasi seni di era digital. Pengunjung disuguhi pemandangan tak biasa: sekumpulan robot anjing yang bergerak lincah di dalam kandang-kandang khusus. Namun, yang membuat mereka unik adalah ‘wajah’ yang terpasang pada setiap robot – sebuah replika hiper-realistis dari para titan teknologi dan ikon seni. Bayangkan melihat seekor robot anjing dengan raut wajah Elon Musk, pendiri Tesla dan SpaceX, yang dikenal dengan ambisinya untuk mengkolonisasi Mars, atau Mark Zuckerberg, otak di balik Meta Platforms yang tengah giat membangun metaverse. Mereka berdampingan dengan robot-robot lain yang mengadopsi wajah Jeff Bezos, pendiri raksasa e-commerce Amazon, serta deretan tokoh seni legendaris seperti Pablo Picasso, maestro Kubisme, dan Andy Warhol, ikon Pop Art. Bahkan, Beeple tak sungkan menghadirkan potret dirinya sendiri pada salah satu robot humanoid, menambah sentuhan personal dan narsistik yang khas dari seniman kontemporer. Pilihan tokoh ini bukan tanpa makna. Beeple secara cerdas menempatkan para penguasa lanskap digital dan kreator narasi visual modern dalam satu ruang, seolah menggarisbawahi pengaruh mereka yang tak terbantahkan terhadap cara kita memandang dan memahami dunia saat ini.
Kehebohan seputar ‘Regular Animals’ semakin menjadi-jadi dengan kabar penjualan yang mengejutkan. Seluruh unit robot, baik yang berbentuk anjing maupun humanoid, dilaporkan ludes terjual selama sesi pratinjau VIP, sebuah indikator jelas akan permintaan tinggi dari kolektor seni yang haus akan karya inovatif dan berani. Setiap unit robot anjing ditawarkan dengan harga sekitar USD 100.000, yang jika dikonversi ke rupiah dengan kurs saat ini, mencapai angka fantastis Rp 1,5 miliar. Angka ini semakin menegaskan posisi Beeple sebagai salah satu seniman dengan nilai jual tertinggi di pasar seni global, yang mampu memadukan seni, teknologi, dan komentar sosial dalam satu paket yang sangat diminati.
Menariknya, Beeple memilih untuk tidak menawarkan versi robot anjing berwajah Jeff Bezos kepada publik. Keputusan ini memunculkan berbagai spekulasi di kalangan pengamat seni dan teknologi. Apakah ini bentuk kritik terhadap kekuatan ekonomi Bezos yang begitu masif sehingga karyanya ‘terlalu mahal’ bahkan untuk dijual, ataukah ini hanya sekadar sentuhan eksklusivitas yang sengaja diciptakan Beeple untuk menambah aura misteri dan daya tarik pada instalasinya? Ada pula yang menafsirkan bahwa Bezos, dengan kekayaan yang melampaui batas imajinasi, mungkin terlalu besar untuk menjadi bagian dari sebuah "koleksi" atau "pasar" biasa. Apapun alasannya, strategi ini berhasil memicu perbincangan dan menambah lapisan narasi pada karya seni tersebut, membuatnya semakin unik dan tak terlupakan di tengah keramaian Art Basel.
Lebih dari sekadar patung bergerak, setiap robot anjing dirancang dengan fungsionalitas yang kompleks dan berinteraksi dengan lingkungannya secara dinamis. Dikutip dari The Art Newspaper, robot-robot ini secara otomatis mengeluarkan sertifikat keaslian fisik, yang bukan hanya sekadar kertas biasa. Setiap sertifikat dilengkapi dengan kode QR inovatif yang memungkinkan pembeli untuk mengakses dan membeli NFT (Non-Fungible Token) pendamping dari karya fisik tersebut. Ini adalah jembatan konkret antara dunia fisik dan digital, sebuah konsep yang telah menjadi ciri khas Beeple dalam karyanya, yang selalu mencoba menjajaki batas-batas kepemilikan dan autentisitas di era digital.

Beeple menjelaskan bahwa esensi dari ‘Regular Animals’ terletak pada kemampuan robot-robot tersebut untuk terus-menerus memotret lingkungan sekitarnya. Gambar-gambar yang mereka tangkap kemudian diolah dan ditampilkan dalam sertifikat keaslian, namun dengan gaya visual yang berbeda-beda, tergantung pada karakter atau ‘wajah’ robot tersebut. "Beberapa di antaranya menghasilkan NFT, sementara yang lain hanya menciptakan cetakan fisik dan sertifikat digital," tutur Beeple, memberikan wawasan tentang variasi dalam output artistik dari setiap unit, menambah keunikan pada koleksi tersebut. Proses ini tidak hanya menciptakan karya seni yang bergerak dan berinteraksi, tetapi juga secara metaforis merefleksikan bagaimana teknologi dan kecerdasan buatan (AI) kini menjadi lensa utama dalam cara manusia memandang dan menginterpretasikan realitas. Robot-robot ini, dengan wajah-wajah para pemimpin teknologi, seolah menjadi perantara kita dalam memahami dunia yang semakin didominasi algoritma dan data, serta bagaimana interpretasi pribadi mereka membentuk cara kita memandang masa depan.
Sentuhan satire khas Beeple juga tak luput diselipkan dalam proyek ini. Ia bahkan membagikan sertifikat gratis kepada pengunjung pameran, yang berisi pernyataan-pernyataan provokatif mengenai ‘keaslian’ karya seni. Ini adalah kritik tajam terhadap pasar seni yang seringkali mendewakan keaslian fisik, padahal di era digital, konsep ‘asli’ menjadi semakin cair dan multi-dimensi. Beeple menantang penonton untuk mempertanyakan apa sebenarnya yang membuat sebuah karya ‘autentik’ di tengah banjir replika digital dan representasi virtual, serta bagaimana nilai diberikan pada sesuatu yang mungkin hanya ada dalam bentuk data.
Selain itu, robot humanoid yang juga menjadi bagian dari instalasi ini tidak hanya berfungsi sebagai objek pajangan statis. Mereka secara berkala diisi ulang dayanya, dan proses ini diperlakukan sebagai bagian dari aksi performatif. Ini mengaburkan batas antara objek seni dan pertunjukan, menyoroti ketergantungan teknologi pada energi dan pemeliharaan, sekaligus menyindir obsesi manusia terhadap efisiensi dan keberlanjutan. Melalui interaksi dinamis ini, Beeple mengajak audiens untuk merenungkan lebih dalam tentang hubungan simbiotik antara manusia, mesin, dan seni, serta bagaimana intervensi manusia masih krusial dalam menjaga "kehidupan" teknologi.
Menurut Beeple, proyek ‘Regular Animals’ adalah sebuah refleksi mendalam tentang bagaimana kecerdasan buatan (AI) membentuk cara manusia memandang dunia. Ia berpendapat bahwa publik kini semakin sering melihat realitas melalui lensa AI, sekaligus melalui sudut pandang seniman dan pemimpin teknologi yang memiliki pengaruh besar terhadap persepsi global. "Kita melihat dunia melalui lensa Elon Musk, melalui lensa Mark Zuckerberg, melalui lensa Jeff Bezos," ujarnya, menyoroti bagaimana visi dan platform yang mereka ciptakan telah secara fundamental mengubah cara kita berinteraksi dengan informasi dan satu sama lain. Karya ini adalah komentar tajam tentang oligarki persepsi, di mana segelintir individu memiliki kekuatan untuk membentuk pandangan miliaran orang.
Nama Beeple sendiri telah melambung tinggi sejak tahun 2021, ketika karya NFT-nya yang monumental, ‘Everydays: The First 5000 Days,’ berhasil terjual senilai USD 69,3 juta (sekitar Rp 1 triliun) di rumah lelang Christie’s. Penjualan bersejarah ini tidak hanya memecahkan rekor, tetapi juga secara definitif menempatkan NFT dan seni digital di peta pasar seni global, membuka jalan bagi gelombang baru seniman dan kolektor. Sebelum dikenal sebagai ikon seni digital dan pionir NFT, Mike Winkelmann adalah seorang desainer grafis dan animator ulung. Ia menciptakan visual konser yang memukau untuk musisi pop dunia, mengasah kemampuannya dalam menciptakan narasi visual yang dinamis dan beresonansi dengan audiens massa. Latar belakang ini memberinya keunggulan unik dalam memahami bagaimana teknologi dapat digunakan untuk menciptakan karya seni yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga kaya akan makna dan relevansi kontekstual, menjadikannya seorang visioner di persimpangan seni dan teknologi.
Dengan ‘Regular Animals (2025)’, Beeple tidak hanya menciptakan sebuah instalasi seni yang memukau secara visual, tetapi juga sebuah pernyataan filosofis tentang era digital yang kita huni. Ia berhasil menyatukan elemen-elemen teknologi tinggi, satire cerdas, dan refleksi mendalam tentang masyarakat, menghasilkan karya yang relevan dan mendebarkan. Keberhasilan penjualan yang ‘ludes’ di Art Basel Miami Beach membuktikan bahwa Beeple terus menjadi kekuatan yang tak terbantahkan di dunia seni, mendorong batas-batas kreativitas dan menantang definisi tradisional tentang apa itu seni di abad ke-21. Karyanya ini adalah sebuah cermin yang memantulkan lanskap budaya kita, di mana teknologi, kekuasaan, dan persepsi manusia saling berjalin dalam tarian yang rumit dan tak terhindarkan. Beeple terus mengajak kita untuk melihat melampaui permukaan, merenungkan implikasi dari kemajuan teknologi, dan mempertanyakan siapa sebenarnya yang memegang kendali atas narasi realitas kita. Ia tidak hanya menjual seni, tetapi juga sebuah ide, sebuah diskusi, dan sebuah cermin untuk melihat diri kita sendiri di era digital yang tak terhindarkan.
