Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) telah secara resmi mengumumkan langkah strategis transformatif dengan melepas hampir seluruh aset serat optik domestiknya. Pengumuman ini beriringan dengan penandatanganan kesepakatan pembentukan FiberCo, sebuah perusahaan patungan (joint venture) yang ambisius bersama Arsari Group milik pengusaha nasional terkemuka, Hashim Djojohadikusumo, dan Northstar Group, firma ekuitas swasta terkemuka di Asia Tenggara. Inisiatif ini menandai babak baru bagi Indosat dalam upaya menjadi perusahaan telekomunikasi berbasis kecerdasan buatan (AI) terkemuka, sekaligus memperkuat infrastruktur digital Indonesia.
Dalam transaksi yang signifikan ini, Indosat akan mengalihkan aset serat optiknya ke FiberCo dengan nilai sekitar Rp14,6 triliun. Meskipun melakukan divestasi aset, Indosat tidak sepenuhnya melepaskan diri dari kepemilikan infrastruktur ini; mereka akan mempertahankan sekitar 45% kepemilikan di FiberCo. Sementara itu, Arsari Group dan Northstar Group akan memegang mayoritas kepemilikan sebesar 55%, membentuk kemitraan strategis yang menggabungkan keahlian operasional telekomunikasi Indosat dengan kekuatan finansial dan pengalaman investasi kedua grup tersebut. Penting untuk dicatat bahwa pelepasan aset ini secara spesifik tidak termasuk kabel bawah laut internasional, yang menunjukkan bahwa Indosat masih mempertahankan kendali atas konektivitas globalnya.
Langkah ini sejalan dengan tren global di industri telekomunikasi, di mana banyak operator memilih model bisnis yang lebih "asset-light" atau ringan aset. Dengan melepaskan kepemilikan infrastruktur pasif seperti serat optik dan menara telekomunikasi, perusahaan dapat mengoptimalkan neraca keuangan, mengurangi beban belanja modal (CAPEX), dan mengalihkan fokus serta sumber daya pada inovasi layanan inti yang lebih berbasis teknologi. Di Indonesia sendiri, model serupa telah terlihat dengan pembentukan Mitratel oleh Telkom Indonesia, atau divestasi menara telekomunikasi oleh XL Axiata kepada perusahaan seperti Protelindo dan Centratama. Bagi Indosat, langkah ini membebaskan modal yang signifikan yang dapat diinvestasikan kembali dalam pengembangan layanan digital mutakhir, terutama di bidang kecerdasan buatan.
President Director and CEO Indosat Ooredoo Hutchison, Vikram Sinha, dengan tegas menyatakan visi perusahaan untuk menjadi operator seluler yang paling gencar menghadirkan berbagai solusi berbasis teknologi kecerdasan buatan (AI). "Kami ingin memastikan bahwa kami menciptakan AI dalam segala hal yang kami lakukan dan berinvestasi pada sumber daya manusia kami. Kami menginginkan perusahaan telekomunikasi berbasis AI yang juga merupakan cloud berbasis AI," ujar Vikram Sinha dalam sebuah kesempatan di kantor Indosat Ooredoo Hutchison, Jakarta. Pernyataan ini bukan sekadar retorika, melainkan sebuah pergeseran fundamental dalam strategi Indosat, dari sekadar penyedia konektivitas menjadi enabler ekosistem digital yang didorong oleh AI.
Menurut Vikram, pemanfaatan AI tidak bisa dilakukan secara sendirian. Kecerdasan buatan membutuhkan fondasi infrastruktur digital yang sangat kuat dan andal untuk dapat berfungsi secara optimal. Inilah mengapa pelepasan aset serat optik perusahaan dan pembentukan FiberCo menjadi langkah krusial. FiberCo akan beroperasi sebagai entitas yang secara terbuka memungkinkan berbagai penyedia layanan, perusahaan, hyperscaler, dan institusi publik untuk menggunakan jaringan tersebut. Ini menciptakan ekosistem yang lebih inklusif dan efisien, di mana infrastruktur dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh berbagai pihak, bukan hanya satu operator tunggal.
FiberCo nantinya akan mengelola jaringan serat optik terintegrasi sepanjang lebih dari 86 ribu kilometer. Jaringan masif ini mencakup tulang punggung nasional (national backbone) yang vital, kabel laut domestik yang menghubungkan pulau-pulau di Indonesia, serta jaringan akses yang menjangkau menara telekomunikasi dan kawasan bisnis. Skala dan cakupan jaringan ini menempatkan FiberCo sebagai salah satu pemain infrastruktur serat optik terbesar dan terpenting di Indonesia. Keberadaan jaringan yang kuat ini menjadi tulang punggung yang esensial untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital dan percepatan adopsi teknologi AI di seluruh negeri.
Salah satu aspek paling strategis dari jaringan FiberCo adalah distribusi geografisnya. Sekitar 55% dari total jaringan serat optik ini berada di luar Pulau Jawa. Proporsi yang signifikan ini dinilai sangat strategis untuk mendorong pemerataan konektivitas digital di seluruh Indonesia. Selama ini, kesenjangan digital antara Jawa dan luar Jawa masih menjadi tantangan utama dalam pembangunan nasional. Dengan FiberCo yang memiliki jangkauan luas di luar Jawa, diharapkan akses internet berkecepatan tinggi dapat dinikmati oleh lebih banyak masyarakat dan pelaku usaha di daerah terpencil sekalipun, membuka peluang baru bagi pertumbuhan ekonomi lokal dan inovasi.
FiberCo tidak hanya diposisikan sebagai penyedia konektivitas semata, melainkan sebagai platform infrastruktur yang secara khusus disiapkan untuk mendukung era kecerdasan buatan. Ini berarti desain dan arsitektur jaringannya akan mempertimbangkan kebutuhan AI yang sangat tinggi akan bandwidth, latensi rendah, dan keandalan. "AI adalah mesin yang ampuh, tetapi tidak dapat berkembang sendiri. Untuk itu infrastruktur digital adalah yang utama. Dan hari ini yang kami lakukan adalah memungkinkan platform ini menjadi platform yang sangat kuat yang akan berdampak nyata pada perekonomian seluruh Indonesia dengan pertumbuhan PDB sebesar 8%," tutur Vikram. Visi ini menunjukkan bahwa FiberCo bukan hanya proyek infrastruktur biasa, melainkan pilar penting dalam mewujudkan ambisi ekonomi digital Indonesia.
Vikram menambahkan bahwa serat optik memungkinkan untuk mencapai target pertumbuhan PDB sebesar 8% tersebut, di mana AI berfungsi sebagai mesin penggerak dan serat optik berperan sebagai akarnya. Analogi ini sangat tepat; tanpa akar yang kuat dan dalam, mesin secanggih apapun tidak akan dapat beroperasi secara stabil dan berkelanjutan. Serat optik menyediakan kapasitas masif untuk transfer data, kecepatan tinggi untuk pemrosesan real-time, dan keandalan yang diperlukan untuk aplikasi AI kritis. "Itulah yang akan membuatnya sangat mudah diakses dan inklusif bagi kita semua dan ini akan membantu membawa manfaat bagi Indonesia," pungkasnya, menekankan dampak sosial dan ekonomi yang luas dari inisiatif ini.
Bagi Arsari Group, investasi di FiberCo merupakan diversifikasi portofolio ke sektor infrastruktur digital yang sedang berkembang pesat. Hashim Djojohadikusumo dikenal memiliki beragam bisnis, mulai dari pertambangan, perkebunan, hingga energi. Memasuki sektor telekomunikasi melalui kepemilikan infrastruktur serat optik menunjukkan visinya terhadap potensi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Sementara itu, Northstar Group adalah firma ekuitas swasta yang memiliki rekam jejak kuat dalam berinvestasi pada perusahaan-perusahaan berpotensi tinggi di Asia Tenggara, termasuk di sektor teknologi dan infrastruktur. Kemitraan dengan Indosat dan Arsari Group ini menegaskan kepercayaan mereka terhadap fundamental pasar digital Indonesia dan potensi jangka panjang dari FiberCo sebagai penyedia infrastruktur netral.
Pembentukan FiberCo juga akan mendorong efisiensi di industri telekomunikasi. Dengan adanya penyedia infrastruktur serat optik yang netral dan terbuka, operator lain, penyedia layanan internet (ISP), hingga perusahaan hyperscaler global dapat menyewa kapasitas jaringan tanpa perlu membangun infrastruktur mereka sendiri secara ekstensif. Ini akan mengurangi duplikasi investasi, mempercepat penyebaran jaringan, dan pada akhirnya menurunkan biaya operasional, yang dapat diterjemahkan menjadi layanan yang lebih terjangkau bagi konsumen. Model berbagi infrastruktur ini juga mendukung inisiatif pemerintah dalam mempercepat pemerataan akses internet di seluruh negeri, sejalan dengan agenda transformasi digital nasional.
Manfaat dari inisiatif ini akan terasa di berbagai lapisan masyarakat. Bagi konsumen, ketersediaan infrastruktur serat optik yang lebih merata dan berkualitas tinggi akan berarti akses internet yang lebih cepat, stabil, dan andal, memungkinkan mereka untuk menikmati berbagai layanan digital, dari pendidikan online hingga hiburan streaming. Bagi pelaku usaha, konektivitas yang kuat menjadi fondasi untuk transformasi digital, memungkinkan adopsi solusi berbasis cloud, e-commerce, dan tentunya aplikasi AI untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing. Sementara bagi pemerintah, infrastruktur ini menjadi tulang punggung untuk implementasi smart city, layanan publik digital, dan pengembangan ekosistem inovasi.
Tentu saja, implementasi FiberCo akan menghadapi tantangan. Integrasi aset dari berbagai operator, memastikan kualitas layanan yang konsisten di seluruh jaringan yang sangat luas, serta adaptasi terhadap evolusi teknologi yang cepat di bidang AI dan telekomunikasi, semuanya membutuhkan manajemen yang cermat dan investasi berkelanjutan. Namun, dengan dukungan dari mitra strategis yang kuat dan visi yang jelas dari Indosat untuk menjadi perusahaan telekomunikasi berbasis AI, FiberCo memiliki potensi besar untuk menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.
Pada akhirnya, langkah Indosat Ooredoo Hutchison untuk melepas aset serat optik dan membentuk FiberCo bersama Arsari Group dan Northstar Group adalah lebih dari sekadar transaksi bisnis. Ini adalah sebuah rekalibrasi strategis yang ambisius, yang tidak hanya mengoptimalkan struktur keuangan Indosat tetapi juga menempatkannya di garis depan revolusi AI. Dengan FiberCo sebagai fondasi infrastruktur yang kokoh, dan Indosat yang berfokus pada inovasi berbasis AI, Indonesia berpotensi besar untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi digitalnya dan mewujudkan masyarakat yang lebih terkoneksi dan cerdas.
