Jakarta – Dalam sebuah langkah yang mengguncang dunia eksplorasi antariksa dan memicu perdebatan sengit tentang masa depan kehadiran manusia di luar Bumi, Rusia telah mengumumkan rencana ambisius untuk membangun sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir di permukaan Bulan. Proyek monumental ini, yang terdengar seperti skenario dari film fiksi ilmiah, bukan lagi sekadar impian di atas kertas, melainkan sebuah target konkret dengan peta jalan yang jelas, membidik penyelesaian pada tahun 2036. Inisiatif berani ini merupakan manifestasi dari upaya Rusia untuk menegaskan kembali dominasinya di kancah antariksa global, sekaligus memperkuat kolaborasi strategisnya dengan Tiongkok dalam misi penelitian dan pembangunan Stasiun Riset Internasional Bulan (International Lunar Research Station – ILRS).
Pengumuman yang disampaikan oleh Roscosmos, badan antariksa federal Rusia, pada Kamis (25/12/2025), secara eksplisit menetapkan pembangunan fasilitas energi di Bulan sebagai tulang punggung bagi berbagai misi jangka panjang. Pembangkit listrik ini diharapkan dapat menyuplai daya vital yang tak terputus bagi operasional rover canggih, observatorium ilmiah yang memindai alam semesta dari keheningan Bulan, serta seluruh infrastruktur krusial yang menopang ILRS. Dengan target penyelesaian yang relatif dekat, hanya dalam waktu sekitar satu dekade, Rusia menunjukkan komitmen serius dan jadwal yang agresif, mengindikasikan urgensi untuk menjadi pemain kunci dalam perlombaan luar angkasa yang semakin intens.
Meskipun pernyataan resmi Roscosmos tidak secara terang-terangan menyebut teknologi nuklir, keterlibatan dua entitas paling berpengaruh di sektor energi atom Rusia, yakni Rosatom – korporasi energi nuklir milik negara – dan Institut Kurchatov, lembaga riset nuklir terkemuka, secara gamblang mengindikasikan bahwa tenaga atom akan menjadi jantung dari fasilitas energi Bulan ini. Pilihan teknologi nuklir ini bukan tanpa alasan kuat, mengingat tantangan ekstrem yang disajikan oleh lingkungan Bulan. Permukaan Bulan dikenal dengan periode malam yang sangat panjang, berlangsung sekitar 14 hari Bumi, di mana suhu dapat anjlok hingga minus 173 derajat Celsius. Dalam kondisi seperti ini, panel surya konvensional menjadi tidak efektif dan tidak dapat diandalkan untuk menyediakan pasokan energi yang berkelanjutan. Tenaga nuklir, dengan kemampuannya menghasilkan daya konstan tanpa bergantung pada sinar Matahari, menawarkan solusi paling efisien dan stabil untuk mendukung operasi jangka panjang di Bulan, termasuk sistem pendukung kehidupan bagi manusia, pemanasan, komunikasi, dan peralatan ilmiah berdaya tinggi.
Proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di Bulan ini merupakan langkah strategis yang signifikan bagi Rusia untuk beralih dari misi eksplorasi satu kali menuju operasi jangka panjang yang berkelanjutan. Ini adalah upaya nyata untuk memperkuat posisi Rusia di tengah meningkatnya persaingan global dalam eksplorasi antariksa, terutama dari Amerika Serikat dan Tiongkok. Bagi Roscosmos, fasilitas ini bukan hanya sekadar infrastruktur, melainkan sebuah pernyataan politik dan ilmiah yang menegaskan kembali kapabilitas teknologi dan ambisi geopolitik Rusia di luar angkas Bumi.
Sejarah panjang Rusia dalam eksplorasi luar angkasa tidak dapat dipisahkan dari era Soviet, di mana Uni Soviet mencatatkan berbagai pencapaian monumental seperti peluncuran Sputnik 1, satelit buatan pertama di dunia, dan mengirimkan Yuri Gagarin sebagai manusia pertama ke luar angkasa. Program Luna mereka juga berhasil melakukan pendaratan tanpa awak pertama di Bulan dan membawa sampel batuan Bulan kembali ke Bumi. Namun, pasca-pembubaran Uni Soviet, program luar angkasa Rusia mengalami kemunduran signifikan, tertinggal dari inovasi dan investasi besar yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Tiongkok. Salah satu kemunduran terbesar adalah kegagalan pendaratan Luna-25 pada tahun 2023, sebuah misi wahana tanpa awak Rusia yang bertujuan mendarat di kutub selatan Bulan, namun berakhir dengan tabrakan. Kegagalan ini menjadi pengingat pahit akan tantangan yang dihadapi Rusia dalam upayanya merebut kembali kejayaan luar angkasa.
Para analis melihat upaya pembangunan pembangkit listrik di Bulan ini sebagai bagian dari strategi yang lebih luas untuk mempertahankan relevansi dan keunggulan teknologi Rusia di luar angkasa. Ini bukan hanya tentang ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang prestise nasional, keamanan, dan potensi ekonomi di masa depan. Dengan membangun infrastruktur energi vital di Bulan, Rusia berharap dapat menjadi pemain kunci dalam perlombaan sumber daya luar angkasa, terutama dalam eksplorasi helium-3 yang melimpah di Bulan, sebuah isotop yang berpotensi menjadi bahan bakar fusi bersih di masa depan.
Kerja sama dengan Tiongkok dalam proyek ILRS juga menjadi aspek krusial dari strategi ini. Dalam beberapa tahun terakhir, Tiongkok telah menunjukkan kemajuan pesat dalam program luar angkasanya, termasuk pendaratan di sisi jauh Bulan dan pengiriman sampel batuan Bulan. Aliansi Rusia-Tiongkok dalam proyek ILRS dapat dilihat sebagai respons terhadap program Artemis yang dipimpin oleh NASA, yang bertujuan untuk mengembalikan manusia ke Bulan dan membangun kehadiran jangka panjang di sana, seringkali dengan partisipasi sekutu-sekutu Barat. Pembentukan blok Rusia-Tiongkok di luar angkasa ini mencerminkan dinamika geopolitik yang semakin kompleks di Bumi.
Pembangkit listrik tenaga nuklir di Bulan akan menghadapi serangkaian tantangan teknis yang sangat kompleks. Selain masalah pengiriman reaktor yang berat dan sensitif ke Bulan, para insinyur harus mengatasi isu-isu seperti perlindungan radiasi yang memadai untuk peralatan dan calon penghuni manusia, disipasi panas dalam lingkungan vakum yang ekstrem, serta kemampuan reaktor untuk beroperasi secara otonom dalam jangka panjang dengan pemeliharaan minimal. Material yang digunakan harus tahan terhadap radiasi kosmik, suhu ekstrem, dan mikrometeorit. Selain itu, aspek keamanan dan non-proliferasi nuklir juga akan menjadi perhatian utama komunitas internasional, meskipun Outer Space Treaty melarang penempatan senjata nuklir di luar angkasa, bukan pembangkit listrik sipil.
Jika proyek ini berhasil, implikasinya akan sangat besar. Keberadaan sumber energi yang stabil dan kuat akan membuka pintu bagi eksplorasi Bulan yang jauh lebih ambisius, termasuk pembangunan koloni permanen, penambangan sumber daya air es di kutub Bulan, dan bahkan menjadikan Bulan sebagai batu loncatan untuk misi eksplorasi Mars di masa depan. Ini akan memungkinkan para ilmuwan untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang asal-usul Tata Surya, mencari tanda-tanda kehidupan, dan mengembangkan teknologi baru yang dapat menguntungkan kehidupan di Bumi.
Namun, tidak semua pihak optimis terhadap rencana Rusia ini. Beberapa pakar meragukan kemampuan Rusia untuk memenuhi target waktu 2036, mengingat kendala anggaran dan kemunduran teknologi yang dialami dalam beberapa dekade terakhir. Biaya yang sangat besar, kompleksitas teknis yang belum pernah ada sebelumnya, dan persaingan ketat dari negara lain akan menjadi hambatan signifikan. Meskipun demikian, semangat ambisius Rusia ini menggarisbawahi bahwa perlombaan menuju dominasi luar angkasa masih jauh dari kata usai. Pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di Bulan, betapapun "gila" kedengarannya, bisa jadi adalah langkah revolusioner yang akan mengubah lanskap eksplorasi antariksa selamanya, menandai era baru kehadiran manusia di luar Bumi.
Dengan demikian, dunia akan menanti dengan napas tertahan untuk melihat apakah "ide gila" Rusia ini akan benar-benar terwujud, membawa umat manusia selangkah lebih dekat menuju peradaban antarplanet. Proyek ini bukan hanya tentang listrik di Bulan, melainkan tentang klaim atas masa depan, keunggulan teknologi, dan peran sebuah negara dalam narasi besar eksplorasi semesta.
(agt/agt)
