Old Trafford menjadi saksi bisu sebuah tontonan sepak bola yang memukau sekaligus memilukan bagi para pendukung Manchester United. Dalam laga lanjutan Premier League yang berlangsung pada Senin, 15 Desember 2025 malam WIB, Setan Merah gagal mengamankan tiga poin setelah ditahan imbang AFC Bournemouth dengan skor fantastis 4-4. Hasil ini, yang diwarnai delapan gol dramatis, memicu gelombang kemarahan dan frustrasi di kalangan fans di media sosial, yang secara terbuka menyuarakan kekecewaan mereka terhadap serangkaian keputusan wasit yang dianggap merugikan tim kesayangan mereka.
Menjelang laga krusial ini, Manchester United berada di bawah tekanan besar untuk merangkak naik di tabel klasemen Premier League. Di bawah arahan pelatih Ruben Amorim, yang diharapkan membawa revolusi taktis dengan filosofi sepak bola menyerang dan intensitas tinggi, MU masih mencari konsistensi. Pertandingan melawan Bournemouth, tim yang dikenal gigih dan kerap menyulitkan tim-tim besar, dipandang sebagai kesempatan emas untuk membangun momentum. Namun, apa yang terjadi di Theatre of Dreams jauh melampaui ekspektasi siapa pun, berubah menjadi rollercoaster emosi yang tak terlupakan.
Pertandingan dibuka dengan tempo tinggi, menunjukkan ambisi kedua tim untuk meraih kemenangan. Manchester United, yang tampil di hadapan pendukung sendiri, mencoba mendominasi sejak peluit kick-off dibunyikan. Upaya mereka membuahkan hasil pada menit ke-13. Sebuah umpan silang akurat dari Diogo Dalot dari sisi kanan pertahanan Bournemouth berhasil disambut dengan sundulan terukur oleh Amad Diallo. Bola meluncur deras melewati kiper tim tamu, membuat Old Trafford bergemuruh dan memberikan keunggulan awal bagi Setan Merah. Gol ini seolah menjadi konfirmasi awal dari gaya bermain agresif yang diusung Amorim, menyoroti kemampuan lini serang MU dalam menciptakan peluang.
Namun, keunggulan MU tidak bertahan lama. Bournemouth, dengan semangat juang yang patut diacungi jempol, tidak menyerah begitu saja. Mereka terus menekan dan mencari celah. Pada menit ke-40, Antoine Semenyo berhasil menyamakan kedudukan. Gol ini terjadi setelah serangkaian serangan balik cepat yang menunjukkan kerapuhan lini belakang MU yang masih menjadi pekerjaan rumah Amorim. Suasana di stadion sempat hening, sebelum kembali bergejolak di masa injury time babak pertama. Casemiro, gelandang bertahan veteran, menunjukkan naluri menyerangnya dengan mencetak gol di menit 45+4, mengembalikan keunggulan MU menjadi 2-1 sebelum jeda. Gol ini memberikan sedikit napas lega bagi para pendukung, yang berharap timnya bisa mengamankan keunggulan di paruh kedua.
Namun, paruh pertama pertandingan tidak hanya diwarnai gol-gol. Sebuah insiden kontroversial yang menjadi pemicu kemarahan pertama di kalangan fans MU terjadi dalam sebuah duel udara. Antoine Semenyo terlihat melakukan gerakan yang menyerupai ‘cekikan’ pada leher Diogo Dalot. Wasit Simon Hooper, yang memimpin pertandingan, hanya memberikan kartu kuning kepada kedua pemain. Keputusan ini sontak memicu perdebatan panas. Bagi banyak pendukung Setan Merah, tindakan Semenyo seharusnya diganjar kartu merah langsung, mengingat potensi bahaya dan sifat agresif dari gerakan tersebut. Absennya intervensi VAR yang lebih tegas dalam insiden ini menjadi titik awal frustrasi yang akan terus membesar seiring berjalannya pertandingan.
Babak kedua dimulai dengan kejutan yang lebih besar dan lebih cepat. Hanya 38 detik setelah peluit kick-off babak kedua dibunyikan, Bournemouth kembali menyamakan kedudukan. Evanilson, yang memanfaatkan kelengahan lini belakang MU yang baru saja kembali dari ruang ganti, berhasil mencetak gol yang membuat Old Trafford terdiam. Belum sempat MU menata diri, Marcus Tavernier memperparah keadaan pada menit ke-52. Tendangan bebas indahnya berhasil menembus jala gawang MU, membalikkan keadaan menjadi 3-2 untuk keunggulan tim tamu. Dua gol cepat di awal babak kedua ini adalah pukulan telak bagi Manchester United, dan menunjukkan bagaimana kelalaian sekecil apapun bisa berakibat fatal di level Premier League.
Namun, Manchester United asuhan Ruben Amorim dikenal memiliki mental pantang menyerah, atau setidaknya itulah yang ingin mereka tunjukkan. Tertinggal 2-3, para pemain Setan Merah meningkatkan intensitas serangan. Tekanan mereka akhirnya membuahkan hasil pada menit ke-77. Kapten tim, Bruno Fernandes, mencetak gol spektakuler melalui tendangan bebas indah yang melengkung melewati pagar betis dan bersarang di sudut atas gawang Bournemouth. Gol ini menyamakan kedudukan menjadi 3-3 dan membangkitkan kembali semangat di Old Trafford. Dua menit kemudian, euforia mencapai puncaknya. Matheus Cunha, dengan penyelesaian yang klinis, berhasil membawa Setan Merah kembali unggul 4-3. Old Trafford bergemuruh, para fans yakin kemenangan sudah di depan mata.
Sorak sorai di Theatre of Dreams seolah mencapai puncaknya, para pendukung membayangkan tiga poin yang akan membawa mereka lebih dekat ke zona Liga Champions. Namun, drama belum berakhir. Kemenangan yang sudah di depan mata itu buyar di menit-menit akhir pertandingan. Eli Junior Kroupi, pemain muda Bournemouth, muncul sebagai mimpi buruk bagi MU. Pada menit ke-84, ia berhasil mencetak gol penyeimbang yang memastikan Bournemouth pulang dengan satu poin dari markas MU. Gol ini menghancurkan harapan dan memicu gelombang kekecewaan yang sangat mendalam di seluruh stadion. Skor 4-4 menjadi hasil akhir dari pertandingan yang luar biasa gila ini.
Pasca-laga, kekecewaan fans MU tidak hanya tertuju pada hasil imbang yang pahit, tetapi juga pada performa wasit Simon Hooper. Insiden "cekikan" Semenyo terhadap Dalot menjadi salah satu fokus utama. Replay menunjukkan bahwa tindakan Semenyo terhadap Dalot memiliki elemen agresi yang patut dipertimbangkan untuk kartu merah. Namun, wasit hanya mengeluarkan kartu kuning untuk kedua pemain, sebuah keputusan yang sangat dipertanyakan. Dalam situasi lain di Premier League, tindakan serupa sering kali berujung pada pengusiran. Ketiadaan intervensi serius dari VAR dalam insiden ini memperburuk kemarahan fans, yang merasa standar penerapan aturan tidak konsisten dan merugikan tim mereka.

Tak hanya insiden Semenyo, beberapa momen lain juga menjadi sorotan tajam. Banyak pendukung menuding wasit mengabaikan potensi handball pemain Bournemouth di kotak penalti yang seharusnya bisa berbuah tendangan penalti untuk MU. Ketidakmampuan wasit untuk memeriksa VAR secara menyeluruh atau keputusan untuk tidak memberikan penalti dalam situasi tersebut menambah daftar panjang ketidakpuasan. Frustrasi semakin besar karena MU kehilangan dua poin penting di saat tim sempat unggul 4-3 hingga mendekati akhir pertandingan, sebuah keunggulan yang bisa menjadi penentu dalam perburuan zona Eropa.
Kekecewaan yang mendalam segera meluap di jagat media sosial, terutama di platform X (Twitter). Badai protes dan meme yang menyuarakan ketidakadilan memenuhi linimasa. Banyak pendukung Setan Merah menyoroti keputusan wasit yang dianggap tidak konsisten dan merugikan, membandingkan insiden tersebut dengan kasus-kasus kartu merah yang pernah diterima pemain MU di laga lain. Istilah "VAR ga berfungsi" dan "wasit tidak konsisten" menjadi trending. Frustrasi ini bukan hanya tentang satu pertandingan, melainkan akumulasi dari perasaan bahwa Manchester United sering menjadi korban keputusan wasit yang meragukan.
Pengguna X dengan akun @DendyMrdiansyah menyuarakan frustrasi kolektif, "Harusnya bisa menang sih, cuma VAR ga berfungsi di Match kali ini. Harusnya Howard Webb selaku Chief Refreeing Officer bisa turun tangan ketika MU dirugiin terus sama wasit gini." Komentar ini mencerminkan harapan agar ada otoritas yang lebih tinggi yang meninjau kinerja wasit. Senada, @bimachandraaa mengungkapkan keputusasaan, "Dahlah, ngga kaget dengan wasit epl, tiap minggu adaaa aja kontroversi," menunjukkan bahwa insiden seperti ini sudah menjadi pemandangan biasa di Premier League. Sementara itu, @dontpakyu merasa ada konspirasi, "Emyu mah emang sering dirugikan, sengaja biar ga naek klasemen dulu. Udah beberapa pertandingan pihak lawan foul ga pernah cek var," menyoroti persepsi bias yang dirasakan fans.
Pandangan bahwa ada ‘konspirasi’ atau setidaknya bias terhadap MU diperkuat oleh @sateayamaja, "wasit premier league gamau liat emyu menang bang, jdi yaa emng tabiat nya begitu." Komentar @juztmineee menyoroti standar ganda, "wasit bangke drtd bmth handball mulu ga dikasih-kasih, giliran pemain emyu handball lngsung dikasih," yang menggambarkan rasa tidak adil yang mendalam. Bahkan ada yang merasa MU sekelas tim besar lain yang sering dirugikan, seperti @Andres_Aveiro17, "Emyu, ipul, madrid mah langganan dicuringi wasit kalo tim lain mah ga sebanyak 3 tim yang gue sebutin." Semua komentar ini menunjukkan betapa dalamnya luka yang dirasakan fans akibat keputusan wasit.
Meskipun hasil akhir mengecewakan, Ruben Amorim mungkin akan melihat sisi positif dari semangat juang timnya. Filosofi menyerang yang ia coba tanamkan terlihat jelas dengan empat gol yang dicetak. Produktivitas lini depan memang meningkat di bawah kepemimpinannya, dengan gol-gol dari Amad, Casemiro, Fernandes, dan Cunha menunjukkan variasi serangan. Namun, kelemahan di lini belakang kembali menjadi sorotan utama. Kebobolan empat gol, termasuk dua gol cepat di awal babak kedua, menunjukkan bahwa pertahanan masih rapuh dan perlu perbaikan signifikan. Amorim tentu akan menghadapi tugas berat untuk menyeimbangkan agresivitas menyerang dengan soliditas pertahanan.
Para pemain sendiri, meskipun menunjukkan semangat juang luar biasa untuk bangkit dari ketertinggalan, tentu merasakan kepedihan yang sama. Kehilangan kemenangan di menit-menit akhir setelah sempat unggul akan meninggalkan luka yang mendalam. Tanggung jawab kolektif dalam menjaga fokus hingga peluit akhir akan menjadi pelajaran berharga yang harus segera diterapkan di pertandingan berikutnya. Pengalaman pahit ini harus diubah menjadi motivasi untuk tampil lebih solid dan cerdas di masa depan.
Secara taktik, di bawah asuhan Amorim, MU memang menunjukkan peningkatan signifikan dalam aspek menyerang. Pergerakan tanpa bola yang lebih dinamis, pressing tinggi, dan kemampuan menciptakan peluang dari berbagai area lapangan menjadi ciri khas. Namun, pertahanan transisi masih menjadi masalah. Saat kehilangan bola, tim kerap kesulitan untuk segera kembali ke posisi bertahan, memberikan ruang bagi lawan untuk melancarkan serangan balik mematikan, seperti yang terlihat dari gol-gol cepat Bournemouth. Penguasaan lini tengah juga terkadang masih menjadi tanda tanya, dengan Casemiro yang terkadang harus bekerja terlalu keras sendiri.
Dengan hasil imbang ini, posisi Manchester United di klasemen Premier League semakin rumit. MU naik ke peringkat enam dengan koleksi 26 poin, tertinggal dua poin dari zona Liga Champions. Jarak ini, meskipun tidak terlalu jauh, terasa berat mengingat konsistensi tim-tim rival di atas mereka. Perburuan tiket Eropa semakin ketat, dan setiap poin yang hilang bisa sangat krusial. Hasil ini juga bisa memengaruhi moral tim menjelang jadwal padat di akhir tahun, menambah tekanan pada Amorim dan para pemainnya.
Bagi AFC Bournemouth, hasil imbang ini adalah pencapaian luar biasa yang patut dirayakan. Mendapatkan satu poin dari Old Trafford, apalagi setelah terlibat dalam drama delapan gol, adalah bukti nyata dari perkembangan dan ketahanan tim asuhan Andoni Iraola. Mereka menunjukkan keberanian untuk bermain menyerang dan tidak gentar menghadapi tim besar, yang membuat mereka bertahan di posisi ke-13 dengan 21 poin. Hasil ini tentu akan meningkatkan kepercayaan diri mereka untuk menghadapi sisa musim.
Lalu, bagaimana Manchester United akan melangkah ke depan? Drama delapan gol di Old Trafford ini akan dikenang sebagai salah satu pertandingan paling gila musim ini, tetapi juga sebagai pengingat pahit akan pekerjaan rumah yang masih menumpuk. Ruben Amorim perlu segera menemukan solusi untuk masalah pertahanan timnya, mungkin dengan memperkuat lini belakang atau mengadaptasi taktik agar lebih solid. Selain itu, konsistensi wasit di Premier League juga perlu menjadi perhatian serius dari otoritas terkait agar keadilan dalam pertandingan dapat selalu ditegakkan. Bagi fans, drama ini hanyalah episode lain dalam saga Manchester United yang penuh pasang surut, dengan harapan tak pernah padam bahwa suatu hari nanti, tim kesayangan mereka akan kembali ke puncak kejayaan.
