BOSSPULSA.COM, Yogyakarta – Sebuah insiden lalu lintas yang mencerminkan kurangnya kesadaran dan pemahaman aturan di kalangan pengguna jalan raya kembali menjadi sorotan publik. Sebuah video yang beredar luas di media sosial menampilkan seorang pengendara sepeda motor yang menolak untuk memutar balik saat ditegur karena berkendara melawan arah. Alih-alih mengakui kesalahannya, pengendara tersebut justru memberikan argumen yang sama sekali tidak relevan dan mengundang gelombang komentar negatif dari warganet. Kejadian ini tidak hanya menyoroti fenomena "lawan arah" yang kronis di Indonesia, tetapi juga membuka diskusi tentang pola pikir sebagian masyarakat dalam mematuhi aturan demi keselamatan bersama.
Video yang viral ini, diunggah melalui akun Instagram @antilawanarah, memperlihatkan dengan jelas bagaimana seorang pengendara sepeda motor jenis Yamaha Mio, yang bahkan tidak mengenakan helm, dengan santainya melaju di jalur yang berlawanan arah. Ketika seorang penegur menghampirinya dan memintanya untuk memutar balik, respons yang diberikan sungguh mengejutkan. Penegur tersebut dengan sabar mengingatkan, "Muter, kalau mau muter langsung. Udah tahu ada mobil, kok lawan arah?" Namun, alih-alih mengikuti arahan yang jelas demi keselamatan, pengendara motor tersebut justru menunjukkan sikap defensif dan keras kepala. Ia tidak hanya menolak untuk memutar balik, tetapi juga meminta agar diberikan jalan untuk terus melaju. Sikap ini menyiratkan bahwa ia menganggap perilakunya dapat diterima, seolah-olah aturan lalu lintas tidak berlaku baginya.
Puncak dari keengganannya untuk mengakui kesalahan adalah pernyataannya yang justru semakin mengundang tawa sekaligus kekesalan banyak orang. Ketika terus didesak untuk memutar balik, pengendara tersebut memberikan alasan yang sangat tidak masuk akal dan terkesan mengalihkan isu. "Yang penting kan nggak ngelawan orang tua!" demikian jawabannya yang terucap dengan nada yakin. Pernyataan ini sungguh ironis, karena alih-alih fokus pada keselamatan diri sendiri dan pengguna jalan lain yang terancam oleh tindakannya, ia justru membawa-bawa perbandingan dengan kewajiban terhadap orang tua, yang notabene adalah sebuah norma moral yang berbeda dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan aturan berlalu lintas.
Upaya untuk meyakinkan pengendara tersebut agar mematuhi aturan ternyata membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Perdebatan pun sempat terjadi, menunjukkan betapa sulitnya mengubah pola pikir yang sudah terlanjur salah. Hingga berita ini dimuat, video tersebut telah disaksikan oleh hampir dua juta kali penayangan, dengan mayoritas komentar dari warganet yang mengungkapkan kekecewaan dan bahkan kemarahan terhadap sikap pengendara motor yang dianggap "kepala batu" dan merasa paling benar. Banyak yang menyayangkan minimnya kesadaran keselamatan berlalu lintas yang ditunjukkan oleh oknum tersebut, serta menyayangkan bagaimana argumen yang dilontarkannya justru semakin memperburuk citranya.
Fenomena seperti ini bukanlah hal baru di Indonesia. Sony Susmana, Director Training Safety Defensive Consultant (SDCI), angkat bicara mengenai kebiasaan buruk yang kerap terjadi di jalan raya Indonesia. Menurutnya, kebiasaan berkendara melawan arah merupakan "penyakit" yang sudah mengakar di kalangan pengguna jalan. Sony menjelaskan bahwa kebiasaan ini sering kali dilakukan oleh individu yang memiliki mentalitas terburu-buru, yang tidak pernah memikirkan konsekuensi dari tindakan mereka. Berbagai alasan seringkali dijadikan pembenaran, seperti "mumpung sepi," "cuma dekat kok," atau anggapan bahwa semua jalan dapat disamaratakan. Alasan-alasan ini seringkali membuat mereka mengabaikan aturan lalu lintas yang telah ditetapkan, meskipun jelas-jelas membahayakan keselamatan diri sendiri maupun orang lain.
Lebih lanjut, Sony Susmana memberikan penekanan penting mengenai prioritas dalam berlalu lintas. Ia mengingatkan bahwa lebih baik untuk selalu tertib dan selamat, meskipun mungkin membutuhkan sedikit waktu lebih lama, dibandingkan dengan terburu-buru namun berakhir dengan kecelakaan akibat melanggar aturan, seperti berkendara melawan arah. Keselamatan harus menjadi pertimbangan utama, bukan sekadar kecepatan atau kenyamanan sesaat.
Ia juga menambahkan bahwa ada dua kunci utama dalam menjaga keselamatan di jalan raya. Pertama adalah ketertiban lalu lintas itu sendiri. Ini mencakup pemahaman dan kepatuhan terhadap semua rambu, marka, dan aturan yang berlaku. Dengan tertib, setiap pengguna jalan memberikan kontribusi positif untuk menciptakan lingkungan berlalu lintas yang aman dan teratur. Kedua adalah menjaga kebugaran. Seseorang yang dalam kondisi fisik prima cenderung memiliki konsentrasi yang lebih baik, refleks yang lebih cepat, dan kemampuan mengambil keputusan yang lebih tepat saat berkendara. Kelelahan atau kondisi fisik yang menurun dapat menurunkan kewaspadaan dan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan.
Kasus pengendara motor yang melawan arah dan memberikan argumen tak masuk akal ini menjadi pengingat yang kuat bagi kita semua. Ia menggambarkan bagaimana ego, ketidakpedulian, dan minimnya pemahaman tentang aturan keselamatan dapat berujung pada perilaku yang membahayakan. Pihak berwenang, melalui edukasi berkelanjutan dan penegakan hukum yang tegas, perlu terus berupaya menanamkan kesadaran berlalu lintas yang benar. Namun, pada akhirnya, perubahan paling signifikan harus datang dari kesadaran individu itu sendiri. Memahami bahwa setiap tindakan di jalan raya memiliki konsekuensi, dan bahwa keselamatan adalah tanggung jawab bersama, adalah langkah awal yang krusial untuk menciptakan budaya tertib berlalu lintas di Indonesia. Insiden ini, meskipun memicu rasa frustrasi, setidaknya menjadi bahan refleksi dan pembelajaran bagi banyak orang, serta mendorong diskusi lebih lanjut mengenai solusi atas masalah kronis yang seringkali disepelekan ini.
