Potensi riset di Indonesia sesungguhnya tak perlu diragukan. Dengan sumber daya manusia yang melimpah dan semangat inovasi yang membara, periset Indonesia memiliki kapasitas untuk menjadi motor penggerak kemajuan bangsa di berbagai sektor. Namun, di tengah optimisme tersebut, realitas persaingan global menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal dalam arena riset dan inovasi. Ironisnya, salah satu faktor paling krusial yang kerap menjadi batu sandungan utama adalah ketersediaan dana. Fenomena ini bukan sekadar asumsi, melainkan sebuah pengakuan jujur dari otoritas tertinggi di bidang riset.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Arif Satria, dengan lugas menyampaikan bahwa faktor dana memang tak dapat diabaikan sebagai salah satu penyebab utama mengapa Indonesia kerap kalah bersaing dengan negara-negara lain yang lebih maju dalam ekosistem riset. Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah forum diskusi, "Media Lounge Discussion", yang berlangsung di Thamrin, Jakarta Pusat, pada Senin, 22 Desember 2025, menggarisbawahi urgensi permasalahan ini.
Menurut Prof. Arif Satria, setidaknya ada lima pilar utama yang berperan vital dalam mendorong kemajuan riset suatu negara. Kelima pilar tersebut adalah: pertama, human capital atau sumber daya manusia; kedua, dana; ketiga, infrastruktur; keempat, tema riset yang relevan dan strategis; dan kelima, ekosistem riset yang kondusif. "Jadi kalau kita mau riset hebat, lima itu saja," tegas Arif, memberikan kerangka kerja yang jelas untuk memahami kompleksitas pengembangan riset nasional.
Menariknya, dalam evaluasi terhadap kelima pilar tersebut, Indonesia menunjukkan kekuatan yang signifikan di beberapa area. Dalam aspek human capital, misalnya, Indonesia memiliki keunggulan yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Banyak sekali peneliti Indonesia yang merupakan lulusan dari kampus-kampus ternama, baik di dalam maupun luar negeri, yang telah menempuh pendidikan hingga jenjang doktoral. Mereka membawa pulang ilmu pengetahuan mutakhir, keahlian multidisiplin, dan jaringan internasional yang berharga. Kualitas intelektual para peneliti ini adalah aset tak ternilai bagi kemajuan riset nasional.
Demikian pula dengan infrastruktur. Meskipun pengembangannya harus terus-menerus dibina dan ditingkatkan, Indonesia saat ini sudah memiliki sejumlah fasilitas riset yang memadai. Laboratorium modern, peralatan canggih, dan pusat-pusat penelitian yang terintegrasi mulai banyak bermunculan, terutama di bawah koordinasi BRIN. Fasilitas-fasilitas ini menjadi tulang punggung bagi para peneliti untuk melakukan eksperimen, analisis data, dan pengembangan prototipe. Kekuatan pada human capital dan infrastruktur ini, menurut Prof. Arif, menjadi modal awal yang sangat berharga bagi Indonesia untuk melaju lebih cepat dalam peta riset global.
Namun, di balik optimisme tersebut, muncul kembali tantangan terbesar: dana. Faktor ini memang menjadi kendala yang paling signifikan dalam memajukan riset di Republik Indonesia. Riset modern membutuhkan investasi yang tidak sedikit, mulai dari biaya operasional laboratorium, pembelian reagen dan bahan habis pakai, pemeliharaan alat, hingga gaji peneliti dan biaya publikasi ilmiah. Tanpa dukungan finansial yang kuat dan berkelanjutan, bahkan human capital terbaik sekalipun akan kesulitan untuk menghasilkan terobosan signifikan.
Situasi ini semakin diperparah jika melihat perbandingan jumlah peneliti per satu juta penduduk. Saat ini, Indonesia memiliki sekitar 300 peneliti per satu juta penduduk. Angka ini, meskipun menunjukkan potensi yang terus meningkat, masih jauh di bawah standar negara-negara maju yang bisa mencapai 1.000 hingga 3.000 peneliti per satu juta penduduk. Kesenjangan ini mengindikasikan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas riset nasional, salah satunya adalah dengan menarik lebih banyak talenta ke jalur penelitian, yang tentu saja memerlukan insentif dan dukungan dana yang memadai.
Merespons kendala finansial ini, BRIN, sebagai lembaga yang mengemban amanah untuk mengelola dan mengembangkan riset di Indonesia, tidak tinggal diam. BRIN telah melakukan upaya serius untuk meningkatkan alokasi dana riset secara signifikan. Prof. Arif Satria mengungkapkan bahwa BRIN telah mengusulkan dan berhasil meningkatkan dana riset hingga 4-5 kali lipat dari alokasi sebelumnya. Peningkatan yang substansial ini merupakan cerminan dari komitmen pemerintah untuk memperkuat fondasi riset nasional.
"Periset juga realistis melihat kondisi dana, tapi ketika dana sudah kita naikkan 4-5 kali lipat, dan masih mengatakan kurang lagi justru saya ingin menambahkan lagi," aku Arif. Pernyataan ini menunjukkan bahwa BRIN tidak hanya berupaya memenuhi kebutuhan finansial periset, tetapi juga ingin memastikan bahwa setiap alokasi dana dimanfaatkan secara optimal untuk mencapai hasil riset yang maksimal. BRIN berharap, dengan peningkatan dana ini, para periset dapat lebih fokus pada substansi penelitian tanpa lagi terlalu terbebani oleh keterbatasan finansial.
Lebih lanjut, BRIN telah merencanakan alokasi dana strategis sebesar Rp 1,9 triliun untuk tahun 2026 melalui skema Riset Inovasi Indonesia Maju (RIIM). Dana ini akan difokuskan pada area-area riset yang memiliki dampak strategis bagi pembangunan nasional, yaitu ketahanan pangan, energi, kesehatan, dan kebencanaan. Pemilihan fokus area ini didasarkan pada kebutuhan mendesak bangsa dan potensi kontribusi riset dalam menjawab tantangan global. Misalnya, di bidang ketahanan pangan, riset dapat membantu pengembangan varietas unggul, teknik pertanian presisi, atau solusi penyimpanan pangan yang lebih efektif. Di bidang kesehatan, riset dapat mempercepat penemuan obat, vaksin, atau metode diagnostik baru.
BRIN juga menunjukkan fleksibilitas dalam menghadapi kebutuhan dana riset. Apabila alokasi Rp 1,9 triliun tersebut masih dianggap kurang oleh para periset atau tidak mencukupi untuk mencapai target yang ambisius, BRIN tidak menutup kemungkinan untuk mempertimbangkan penambahan dana lebih lanjut. Komitmen ini diperkuat oleh peran BRIN dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta komunikasi yang intensif dengan direktur-direktur APBD. "BRIN punya peran dalam mengelola APDB juga, sehingga kita juga berhubungan dengan direktur APDB. Kita selalu ngobrol," ungkap Arif, menunjukkan upaya kolaboratif untuk mengoptimalkan sumber daya finansial dari berbagai lini.
Dengan adanya peningkatan dana dan komitmen BRIN untuk terus mendukung kebutuhan finansial periset, kini Pekerjaan Rumah (PR) terbesar yang diharapkan BRIN kepada para periset adalah akselerasi. Era dimana masalah dana menjadi dalih untuk keterlambatan riset diharapkan sudah berakhir. Dengan dukungan finansial yang lebih kuat, para periset dituntut untuk bekerja lebih keras, lebih cepat, dan lebih inovatif dalam menghasilkan temuan-temuan yang relevan dan berdampak.
Prof. Arif Satria juga menyoroti perbandingan dengan negara lain yang telah menunjukkan kecepatan luar biasa dalam pengembangan riset. "Tiga tahun, Tiongkok itu sudah bisa membuat banyak hal yang lebih canggih. Kita terlalu butuh waktu," ujarnya, memberikan sebuah gambaran akan urgensi akselerasi. Kecepatan Tiongkok dalam mengembangkan teknologi canggih dan inovasi menjadi cerminan bahwa dengan investasi yang tepat dan ekosistem yang mendukung, percepatan riset bukanlah hal yang mustahil.
Oleh karena itu, fungsi BRIN dan harapan kepada para periset adalah menciptakan percepatan riset yang signifikan. Ini bukan hanya tentang menghasilkan lebih banyak publikasi atau paten, tetapi juga tentang bagaimana hasil riset dapat segera diaplikasikan untuk memecahkan masalah nyata di masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Akselerasi berarti memangkas birokrasi, mempercepat proses persetujuan, mendorong kolaborasi lintas disiplin, dan memastikan bahwa hasil riset tidak hanya berhenti di jurnal ilmiah, tetapi juga dapat dihilirisasi menjadi produk atau kebijakan yang bermanfaat.
Dalam konteks global yang sangat kompetitif, di mana inovasi menjadi kunci keberlanjutan dan kemajuan suatu bangsa, percepatan riset adalah sebuah keharusan. Dengan human capital yang hebat, infrastruktur yang terus dibina, tema riset yang strategis, ekosistem yang semakin kondusif, dan yang terpenting, dukungan dana yang telah ditingkatkan secara signifikan oleh BRIN, periset Indonesia memiliki semua modal yang dibutuhkan untuk bangkit dan bersaing di kancah internasional. Ini adalah momentum bagi para ilmuwan dan peneliti tanah air untuk membuktikan potensi terbaik mereka, tidak lagi tersandung masalah dana, melainkan fokus pada penciptaan karya-karya ilmiah yang mendunia dan membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih inovatif dan mandiri. Kolaborasi aktif antara BRIN, periset, universitas, industri, dan pemerintah daerah menjadi kunci untuk mewujudkan visi Indonesia sebagai bangsa yang maju melalui kekuatan riset dan inovasi.
