0

Menkomdigi Meutya Klaim Sinyal Internet di Aceh Telah Pulih 95%

Share

Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid pada Minggu (28/12/2025) mengumumkan kabar optimis mengenai pemulihan jaringan telekomunikasi di Aceh, setelah wilayah tersebut dilanda bencana banjir dan tanah longsor parah sekitar satu bulan lalu. Klaim signifikan ini menunjukkan bahwa sinyal internet di provinsi ujung barat Sumatera itu telah berangsur pulih sepenuhnya, mencapai angka impresif 95% di area-area terdampak paling parah. Pengumuman ini membawa angin segar bagi ribuan warga yang sempat terisolasi dari dunia luar, menegaskan kembali komitmen pemerintah dalam memastikan konektivitas sebagai hak dasar masyarakat, terutama di tengah krisis.

Bencana alam yang melanda Aceh pada akhir November lalu tersebut, yang disebabkan oleh curah hujan ekstrem dan kondisi geografis yang rentan, telah menyebabkan kerusakan infrastruktur yang meluas, tidak terkecuali pada sektor telekomunikasi. Ribuan warga di beberapa kabupaten, seperti Bener Meriah, Aceh Tamiang, dan Gayo Lues, harus menghadapi dampak langsung berupa akses jalan terputus, rumah terendam, hingga pasokan listrik yang lumpuh total. Kondisi ini secara otomatis memutus akses komunikasi, mengisolasi banyak komunitas dari informasi krusial dan bantuan darurat. Kondisi geografis Aceh yang sebagian besar berupa pegunungan dan dataran rendah yang subur menjadikannya rentan terhadap bencana hidrometeorologi, dengan intensitas hujan tinggi yang memicu aliran air dan lumpur yang merusak.

Dalam situasi darurat seperti itu, ketersediaan sinyal internet bukan lagi sekadar kemewahan, melainkan kebutuhan fundamental yang vital. Internet menjadi saluran utama untuk menyebarkan informasi peringatan dini, mengkoordinasikan upaya penyelamatan, memungkinkan warga menghubungi keluarga yang terpisah, serta memfasilitasi operasional layanan publik dan medis yang sangat dibutuhkan. Terputusnya konektivitas berarti terputusnya harapan dan informasi, memperburuk kondisi psikologis dan logistik di tengah krisis. Bayangkan saja, tanpa internet, sistem perbankan terhenti, pembelajaran daring lumpuh, dan bahkan informasi mengenai lokasi pengungsian atau bantuan makanan menjadi sulit diakses. Oleh karena itu, percepatan pemulihan jaringan telekomunikasi menjadi prioritas utama.

Meutya Hafid menyoroti progres pemulihan yang cepat dan terkoordinasi. Beliau mengungkapkan bahwa upaya keras dari berbagai pihak telah berhasil memulihkan jaringan telekomunikasi di tiga kabupaten yang paling terdampak, yakni Bener Meriah, Aceh Tamiang, dan Gayo Lues, hingga melampaui angka 95%. Angka ini merupakan capaian luar biasa mengingat skala kerusakan yang terjadi, menandakan dedikasi tinggi dalam mengembalikan konektivitas bagi masyarakat Aceh. Keberhasilan ini tidak lepas dari mobilisasi tim teknis yang sigap dan penggunaan teknologi yang tepat guna untuk mengatasi kendala lapangan.

Namun, pemulihan ini tidak datang tanpa tantangan. Meutya menjelaskan bahwa ketersediaan pasokan listrik menjadi faktor penentu utama dalam operasional menara BTS dan perangkat jaringan lainnya. "Kami terus memantau titik-titik tersebut untuk mempercepat pemulihannya," jelas Meutya, dikutip dari siaran pers yang diterima pada Minggu (28/12/2025). Ini berarti, selain perbaikan infrastruktur fisik yang rusak seperti kabel optik yang putus dan menara BTS yang roboh atau terendam, penyediaan sumber daya listrik alternatif seperti genset juga menjadi prioritas. Operator telekomunikasi, dengan dukungan penuh dari Komdigi, mengerahkan tim teknis ke lapangan untuk melakukan perbaikan, mengganti perangkat yang rusak, serta memastikan pasokan listrik darurat dapat menjangkau lokasi-lokasi BTS yang vital, bahkan di daerah terpencil yang sulit diakses.

Komitmen Komdigi dalam mengawal pemulihan konektivitas ditegaskan untuk memastikan warga tetap mendapatkan informasi darurat yang akurat dan tepat waktu. Selain itu, kelancaran layanan publik, seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan, serta komunikasi keluarga yang tidak terputus, menjadi prioritas utama. Keberadaan jaringan yang stabil juga penting untuk memulihkan aktivitas ekonomi mikro dan pendidikan yang sempat terhenti akibat bencana. Anak-anak yang mengandalkan pembelajaran daring, serta para pelaku UMKM yang bergantung pada transaksi digital, dapat kembali beraktivitas, perlahan-lahan menggerakkan roda perekonomian lokal.

Tidak hanya fokus pada infrastruktur digital, Komdigi juga menunjukkan kepedulian mendalam terhadap kebutuhan dasar masyarakat terdampak. Pada kesempatan ini, Kementerian menyalurkan bantuan kebutuhan harian yang sangat mendesak, dimulai dengan distribusi air bersih. Sebanyak 118 tangki air bersih berkapasitas masing-masing 8.000 liter diberangkatkan ke wilayah-wilayah yang sumber airnya tercemar banjir. Kontaminasi sumber air bersih adalah masalah serius pasca-banjir, yang dapat memicu berbagai penyakit seperti diare dan kolera, serta memperburuk kondisi sanitasi. Oleh karena itu, pasokan air bersih yang higienis menjadi sangat krusial untuk menjaga kesehatan dan sanitasi warga, dengan distribusi yang dilakukan secara bertahap untuk memastikan jangkauan yang merata ke seluruh titik pengungsian dan permukiman yang membutuhkan.

Selain air bersih, warga juga menerima beragam bantuan esensial lainnya. Paket bantuan mencakup obat-obatan untuk mengatasi masalah kesehatan yang mungkin timbul akibat kondisi pasca-bencana, seperti luka-luka, demam, atau infeksi kulit. Pakaian layak pakai juga disalurkan bagi mereka yang kehilangan harta benda akibat terendam banjir, memberikan kenyamanan dan menjaga martabat. Perlengkapan ibadah disediakan untuk mendukung kebutuhan spiritual masyarakat yang mayoritas muslim di Aceh, memberikan ketenangan di tengah cobaan. Tak kalah penting, tenda dengan fasilitas Mandi, Cuci, Kakus (MCK) yang memadai juga didirikan. Penyediaan MCK sangat vital untuk menjaga kebersihan dan mencegah penyebaran penyakit di lokasi pengungsian atau permukiman sementara yang padat. Bantuan-bantuan ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan dasar yang paling mendesak, memberikan sedikit keringanan di tengah kesulitan yang luar biasa.

Lebih lanjut, untuk membantu proses pemulihan lingkungan permukiman, Komdigi dan mitra juga menyiapkan alat berat dan sumur bor. Alat berat seperti ekskavator dan loader sangat diperlukan untuk membersihkan tumpukan lumpur, puing-puing, dan sampah yang menutupi jalan dan rumah warga. Proses pembersihan ini esensial untuk mempercepat akses transportasi, memungkinkan dimulainya pembangunan kembali, serta mengurangi risiko penyakit yang berasal dari lingkungan kotor. Sementara itu, sumur bor akan membantu memulihkan akses air bersih jangka panjang di area yang sumurnya rusak atau tercemar secara permanen, menunjukkan pendekatan holistik dalam penanganan pasca-bencana yang tidak hanya fokus pada pemulihan segera, tetapi juga keberlanjutan.

Meutya Hafid secara langsung melepas keberangkatan bantuan di Bandara Kualanamu, Deli Serdang. Pemilihan Kualanamu sebagai titik keberangkatan menunjukkan strategi logistik yang matang, mengingat posisinya sebagai bandara internasional utama yang relatif dekat dengan Aceh dan memiliki kapasitas kargo yang besar, memungkinkan pengiriman bantuan dalam jumlah besar secara efisien. "Hari ini kami berangkatkan bantuan air bersih dan kebutuhan harian warga dari Kemkomdigi dan mitra. Mudah-mudahan bantuan ini bermanfaat bagi keluarga dan saudara-saudari kita yang ada di wilayah terdampak, khususnya di Aceh Tamiang," ucap Meutya. Distribusi dari Kualanamu ke titik-titik terdampak di Aceh selanjutnya dilakukan melalui jalur darat dan, jika diperlukan, udara, dengan koordinasi ketat untuk memastikan bantuan sampai ke tangan yang membutuhkan secepat mungkin, termasuk ke daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau.

Keberhasilan pemulihan jaringan dan distribusi bantuan ini adalah buah dari kolaborasi erat antara Kementerian Komunikasi dan Digital dengan berbagai pihak. Bantuan ini merupakan hasil sinergi kuat antara Komdigi dengan operator telekomunikasi raksasa seperti Telkom dan Telkomsel, yang memiliki infrastruktur jaringan terluas di Indonesia dan sumber daya teknis yang memadai. Selain itu, Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), XL Axiata, dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) juga turut serta aktif dalam memberikan dukungan. Keterlibatan sektor swasta ini sangat vital, membawa keahlian teknis, sumber daya finansial, dan jaringan logistik yang tak tergantikan dalam situasi darurat, melengkapi peran pemerintah.

Menkomdigi Meutya Hafid menekankan pentingnya kerjasama lintas sektor ini. "Sinergi antara pemerintah dan swasta adalah kunci untuk merespons bencana secara efektif. Dengan bersatunya kekuatan Komdigi, operator telekomunikasi, dan asosiasi, kita dapat memastikan bahwa masyarakat tetap terhubung dan mendapatkan bantuan yang diperlukan. Ini adalah bukti nyata komitmen kita bersama untuk bangsa," ujarnya. Kolaborasi ini tidak hanya mempercepat pemulihan teknis, tetapi juga memperkuat solidaritas nasional dalam menghadapi krisis, menunjukkan bahwa dengan semangat gotong royong, tantangan sebesar apapun dapat diatasi.

Pemulihan sinyal internet dan distribusi bantuan ini memiliki dampak yang sangat positif bagi masyarakat Aceh yang terdampak. Kembalinya konektivitas memungkinkan mereka untuk mulai membangun kembali kehidupan, mencari informasi terkini mengenai kondisi sekitar, dan berkomunikasi dengan dunia luar. Bantuan kebutuhan dasar juga meringankan beban finansial dan psikologis yang berat, memberikan harapan bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi cobaan ini. Anak-anak dapat kembali mengakses materi pembelajaran daring yang terganggu, dan pelaku usaha kecil dapat memulai kembali transaksi digital, meskipun dalam skala terbatas, membuka kembali jalur ekonomi yang vital bagi kelangsungan hidup.

Lebih dari sekadar pemulihan jangka pendek, insiden ini juga menjadi pelajaran berharga mengenai pentingnya membangun infrastruktur digital yang lebih tangguh dan berketahanan terhadap bencana. Komdigi menyatakan komitmennya untuk terus bekerja sama dengan penyedia layanan telekomunikasi dalam merancang dan mengimplementasikan solusi yang dapat meminimalkan risiko gangguan di masa depan, termasuk pembangunan infrastruktur yang lebih kuat, penggunaan teknologi nirkabel yang adaptif, dan diversifikasi jalur transmisi untuk mengurangi titik rentan. Program-program edukasi digital juga akan digalakkan untuk meningkatkan literasi bencana berbasis digital di masyarakat, melatih warga untuk memanfaatkan teknologi dalam situasi darurat.

Meutya Hafid juga menyampaikan bahwa upaya pemulihan ini sejalan dengan visi pemerintah untuk mewujudkan transformasi digital yang inklusif dan merata di seluruh Indonesia. "Setiap warga negara berhak atas akses informasi dan komunikasi yang handal, terutama di saat-saat kritis. Kami akan terus berupaya memastikan bahwa teknologi menjadi solusi, bukan masalah, dalam menghadapi tantangan apapun," tegas Meutya, menggarisbawahi peran strategis teknologi dalam pembangunan nasional dan mitigasi bencana. Ini adalah bagian dari strategi jangka panjang untuk membangun ekosistem digital yang kuat, aman, dan merata, menjangkau hingga pelosok negeri.

Bencana di Aceh ini menjadi pengingat penting akan kerentanan infrastruktur terhadap kekuatan alam, namun juga menunjukkan kapasitas luar biasa dalam respons dan pemulihan kolektif. Pelajaran berharga yang dipetik akan diintegrasikan ke dalam protokol tanggap bencana digital di masa depan, memastikan koordinasi yang lebih cepat, respons yang lebih terarah, dan infrastruktur yang lebih adaptif. Peningkatan sistem peringatan dini berbasis digital dan pelatihan bagi tim respons darurat, baik dari pemerintah maupun swasta, juga menjadi fokus ke depan untuk menghadapi potensi bencana di masa mendatang dengan lebih siap.

Dengan capaian pemulihan sinyal internet yang mencapai 95% dan distribusi bantuan yang masif, Menkomdigi Meutya Hafid bersama seluruh mitra telah menunjukkan komitmen kuat dalam membantu masyarakat Aceh bangkit dari keterpurukan. Ini adalah langkah besar menuju normalisasi kehidupan dan pembangunan kembali wilayah terdampak, menegaskan kembali bahwa di tengah bencana, konektivitas dan solidaritas adalah kunci untuk memulihkan harapan dan membangun masa depan yang lebih resilient.