0

Insentif Mobil Listrik Lanjut atau Tidak? Begini Kata Kemenkeu dan Perkembangan Terkini

Share

BOSSPULSA.COM, Yogyakarta – Pertanyaan krusial mengenai kelanjutan insentif mobil listrik di Indonesia semakin mengemuka seiring mendekatnya akhir tahun, yang berarti berakhirnya periode pemberian stimulus yang telah berjalan. Hingga saat ini, belum ada kepastian yang jelas apakah program insentif ini akan diperpanjang untuk tahun mendatang atau justru dihentikan. Situasi ini menimbulkan spekulasi dan kekhawatiran di kalangan pelaku industri otomotif dan masyarakat yang menanti kejelasan kebijakan fiskal dari pemerintah. Sebagai pihak yang memegang kendali anggaran negara, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjadi salah satu lembaga yang paling disorot dalam menentukan nasib insentif mobil listrik ini.

Agunan Samosir, seorang Ahli Madya di Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, memberikan sedikit gambaran mengenai status insentif mobil listrik untuk tahun depan. Menurut Agunan, kelanjutan insentif otomotif, termasuk untuk mobil listrik, saat ini masih dalam tahap pengkajian mendalam. Hal ini berarti, keputusan final mengenai apakah bantuan tersebut akan dilanjutkan atau dihentikan belum dapat dipastikan. "Ini (kelanjutan insentif otomotif) sudah pernah digaungkan, memang ada di tempat kami (Kemenkeu), tapi tempatnya berbeda. Saya kira ini masih dievaluasi dulu. Jadi tidak langsung diputuskan, begitu. Ini masih wacana dan akan coba dikaji lagi," jelas Agunan saat menjawab pertanyaan awak media dalam sebuah Diskusi Publik mengenai Insentif Kendaraan Listrik yang diselenggarakan oleh Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) di Jakarta pada Selasa, 23 Desember 2025. Ia menambahkan bahwa kewenangan untuk memutuskan hal tersebut biasanya berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Situasi mengenai kelanjutan insentif otomotif, khususnya untuk mobil listrik, memang tengah menjadi perdebatan hangat di antara berbagai lembaga pemerintah. Perbedaan pandangan antar kementerian semakin memperkeruh kejelasan kebijakan. Salah satu contoh nyata adalah pernyataan dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Airlangga secara tegas menyatakan bahwa tidak akan ada lagi insentif untuk otomotif pada tahun depan. Dana yang sebelumnya dialokasikan untuk insentif tersebut rencananya akan dialihkan untuk program prioritas lain, yaitu pengembangan mobil nasional. Pernyataan ini disampaikan oleh Airlangga saat kunjungan ke pabrik VinFast di Subang, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Ia juga menambahkan bahwa pembangunan mobil nasional merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk belajar dari pengalaman negara lain, seperti VinFast, dan saat ini proses tersebut sedang berjalan.

Lebih lanjut, di arena pameran Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2025, Airlangga kembali menegaskan posisinya. Ia menyatakan bahwa industri otomotif di Indonesia sudah dianggap mandiri dan tidak lagi membutuhkan bantuan stimulus dari pemerintah. Menurut Airlangga, industri otomotif di Indonesia telah tumbuh menjadi industri yang kuat, didukung pula oleh berbagai pameran otomotif berskala nasional maupun internasional yang semakin memperkuat posisinya. "Insentif (otomotif) tahun depan tidak ada. Karena industrinya sudah cukup kuat. Apalagi sudah pameran di sini. Kuat banget," tegas Airlangga.

Pernyataan Airlangga tersebut, bagaimanapun, justru bertolak belakang dengan pandangan Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita. Agus Gumiwang berpandangan bahwa industri otomotif merupakan salah satu sektor yang sangat vital dan menjadi andalan utama perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah wajib untuk terus memberikan insentif bagi sektor ini di tahun mendatang. "Ya, sekarang sedang kita susun, dan insentif otomotif itu menurut saya sebuah keharusan ya, karena sektor yang terlalu penting, sangat-sangat penting," ungkap Agus. Ia menjelaskan bahwa dalam kerangka Strategi Baru Industrialisasi Nasional (SBIN), pemerintah perlu melihat hubungan hilir dan hulu (backward dan forward linkage) dari setiap kegiatan manufaktur.

Agus Gumiwang menekankan bahwa sektor otomotif memiliki backward dan forward linkage yang paling besar dibandingkan sektor manufaktur lainnya. "Backward dan forward linkage paling besar itu ada di sektor otomotif. Jadi memang pemerintah itu, sudah seharusnya juga menyiapkan insentif buat sektor otomotif di tahun 2026. Jangan tanya jenis insentif-nya, bentuk insentif-nya itu sekarang sedang kita susun," terang Agus. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Kementerian Perindustrian masih berupaya keras untuk memastikan kelangsungan insentif otomotif, yang mencakup mobil listrik, sebagai bentuk dukungan terhadap industri strategis.

Data yang dirilis oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sendiri memperkuat argumen Agus Gumiwang mengenai pentingnya sektor otomotif. Industri otomotif tercatat sebagai salah satu sektor unggulan yang memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) manufaktur, volume ekspor, dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Nilai investasi di sektor ini diperkirakan telah mencapai angka fantastis, yaitu sekitar Rp 174 triliun. Lebih mengagumkan lagi, sektor ini mampu menyerap hampir 100 ribu tenaga kerja secara langsung, yang meliputi industri kendaraan roda empat, roda dua, dan roda tiga. Angka-angka ini mengindikasikan bahwa industri otomotif bukan sekadar sektor ekonomi biasa, melainkan pilar penting dalam pembangunan ekonomi nasional yang mampu menciptakan lapangan kerja luas dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dalam konteks mobil listrik, insentif yang diberikan oleh pemerintah sejauh ini memang menunjukkan dampak positif. Beberapa pabrikan otomotif telah mulai serius mengembangkan lini kendaraan listrik mereka di Indonesia, didorong oleh adanya stimulus fiskal. Selain itu, kesadaran masyarakat terhadap isu lingkungan dan efisiensi energi juga mulai meningkat, yang turut mendorong permintaan terhadap mobil listrik. Namun, harga mobil listrik yang masih relatif tinggi dibandingkan mobil konvensional menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh konsumen. Insentif dari pemerintah, baik dalam bentuk subsidi harga, pembebasan pajak, atau keringanan lainnya, menjadi jembatan penting untuk membuat mobil listrik lebih terjangkau dan menarik bagi masyarakat luas.

Jika insentif mobil listrik dihentikan, dikhawatirkan akan terjadi perlambatan dalam adopsi kendaraan listrik di Indonesia. Hal ini dapat berdampak pada pencapaian target pemerintah dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mewujudkan transisi energi yang lebih bersih. Industri otomotif sendiri mungkin akan menghadapi tantangan dalam hal produksi dan penjualan mobil listrik, yang dapat mempengaruhi investasi dan lapangan kerja di sektor ini.

Di sisi lain, argumen mengenai pengalihan dana ke program mobil nasional juga memiliki bobotnya tersendiri. Pengembangan mobil nasional dapat menjadi langkah strategis untuk membangun kemandirian industri otomotif Indonesia dari segi teknologi dan komponen. Namun, pertanyaan yang muncul adalah apakah penghentian insentif mobil listrik merupakan langkah yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut, atau justru dapat menghambat pertumbuhan segmen kendaraan ramah lingkungan yang sedang berkembang.

Menyikapi perbedaan pandangan ini, Kemenkeu diharapkan dapat memainkan peran sentral dalam merumuskan kebijakan yang berimbang. Evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas insentif yang telah berjalan, analisis dampak ekonomi dan lingkungan, serta pertimbangan terhadap strategi jangka panjang pengembangan industri otomotif nasional, semuanya perlu dikaji secara matang. Keputusan yang diambil tidak hanya harus mempertimbangkan aspek fiskal, tetapi juga visi besar Indonesia dalam menghadapi era elektrifikasi dan transisi energi global.

Diskusi publik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat, menjadi sangat penting untuk mencari solusi terbaik. Transparansi dalam proses pengambilan keputusan dan komunikasi yang jelas dari pemerintah akan sangat membantu dalam mengurangi ketidakpastian dan membangun kepercayaan publik terhadap kebijakan yang diambil. Nasib insentif mobil listrik di tahun 2026 masih menjadi tanda tanya besar, dan publik menanti ketegasan serta kebijakan yang visioner dari pemerintah untuk masa depan mobilitas berkelanjutan di Indonesia.