Selama miliaran tahun, Bumi kita telah menjadi saksi bisu dari evolusi kosmik yang menakjubkan, termasuk perubahan fundamental pada durasi satu hari. Jauh di masa lalu, satu hari di planet biru ini tidak berlangsung selama 24 jam seperti yang kita alami sekarang. Penelitian terbaru mengungkap fakta mengejutkan bahwa miliaran tahun lalu, selama hampir satu miliar tahun penuh, durasi satu hari di Bumi ‘terkunci’ di sekitar 19 jam. Ini adalah bukti nyata bahwa Bumi kita adalah planet yang dinamis, terus berubah dalam skala waktu geologis yang tak terbayangkan, dan perubahan-perubahan ini memiliki implikasi mendalam bagi kehidupan.
Secara umum, kita mengetahui bahwa rotasi Bumi melambat secara perlahan. Penyebab utama fenomena ini adalah tarikan gravitasi Bulan yang memicu pasang surut laut. Ini bukan sekadar fenomena air pasang-surut yang kita lihat di pantai, melainkan interaksi gravitasi masif antara Bumi dan satelitnya. Gravitasi Bulan menarik air laut, menciptakan tonjolan air di sisi yang menghadap Bulan dan sisi yang berlawanan. Ketika Bumi berputar, tonjolan air ini sedikit tertinggal dari garis lurus yang menghubungkan pusat Bumi dan Bulan, karena inersia air dan gesekan dengan dasar laut. Gesekan inilah yang bertindak sebagai rem halus, menyerap energi rotasi Bumi dan secara bertahap memperlambatnya. Proses ini, yang dikenal sebagai ‘pengereman pasang surut’ (tidal braking), tidak hanya memperlambat rotasi Bumi tetapi juga secara bersamaan mendorong Bulan untuk menjauh dari Bumi, memperlebar orbitnya sekitar 3,8 sentimeter per tahun. Ini adalah manifestasi dari hukum kekekalan momentum sudut: energi yang hilang dari rotasi Bumi dialihkan ke energi orbital Bulan. Ilustrasi dari NASA memperkirakan panjang hari bertambah sekitar dua milidetik setiap abad. Angka ini mungkin terdengar sepele dalam skala waktu manusia, namun jika diakumulasikan selama miliaran tahun, efeknya sangat signifikan. Tanpa mekanisme lain yang bekerja, hari di Bumi seharusnya sudah jauh lebih panjang dari 24 jam saat ini.
Namun, seperti dikutip dari Earth.com, analisis batuan purba dari berbagai belahan dunia menunjukkan bahwa perlambatan ini tidak selalu berjalan mulus. Data geologi mengungkap adanya periode panjang ketika durasi hari nyaris tidak berubah sama sekali, seolah-olah Bumi mencapai titik keseimbangan yang stabil. Fenomena menakjubkan ini melibatkan interaksi yang lebih kompleks, yaitu pasang surut atmosfer yang dipicu oleh Matahari. Tidak hanya Bulan yang memiliki daya tarik gravitasi; Matahari juga memiliki pengaruh signifikan pada Bumi, terutama melalui panasnya. Matahari memanaskan atmosfer Bumi, menyebabkan massa udara mengembang dan menciptakan gelombang tekanan raksasa yang bergerak mengelilingi planet, dikenal sebagai pasang surut termal atmosfer.
Yang menarik adalah, pada kondisi tertentu, pasang surut atmosfer ini dapat menghasilkan torsi yang berlawanan dengan torsi pengereman dari pasang surut laut yang disebabkan Bulan. Artinya, Matahari secara efektif memberikan dorongan kecil pada rotasi Bumi, sedikit mempercepatnya atau setidaknya menetralkan perlambatan yang disebabkan oleh Bulan. Mekanisme ini bergantung pada resonansi—ketika frekuensi gelombang atmosfer yang dihasilkan Matahari bertepatan dengan frekuensi alami osilasi atmosfer Bumi. Ketika resonansi terjadi, efek pasang surut atmosfer dapat menjadi sangat kuat.
Periode paling mencolok dari "keseimbangan" kosmik ini terjadi antara dua hingga satu miliar tahun lalu. Saat itu, pengaruh pengereman dari pasang surut laut akibat Bulan hampir sepenuhnya diimbangi oleh torsi pendorong dari pasang surut atmosfer yang dipicu panas Matahari. Para ilmuwan berhipotesis bahwa pada masa itu, komposisi atmosfer dan mungkin distribusi benua di Bumi mencapai kondisi yang unik, memungkinkan pasang surut atmosfer Matahari beresonansi secara optimal dengan rotasi Bumi. Ketika resonansi ini terjadi, pasang surut atmosfer menjadi sangat kuat dan mampu menetralkan hampir seluruh efek pengereman Bulan. Akibatnya, rotasi Bumi seolah ‘berhenti melambat’, membuat panjang hari stabil di angka 19 jam dalam waktu yang sangat lama—sebuah ‘keseimbangan’ kosmik yang berlangsung selama satu miliar tahun penuh. Periode ini menjadi anomali signifikan dalam sejarah rotasi Bumi yang umumnya melambat.
Menariknya, fase ini bertepatan dengan periode yang sering disebut para ahli geologi sebagai ‘Boring Billion’ (Miliaran Tahun yang Membosankan), antara 1,8 hingga 0,8 miliar tahun yang lalu. Selama waktu ini, evolusi kehidupan di Bumi tampak melambat, dan kadar oksigen di atmosfer relatif stabil pada tingkat rendah hingga menengah. Mikroba fotosintetik purba, seperti cyanobacteria, adalah ‘pabrik oksigen’ pertama di Bumi, menghasilkan oksigen pada siang hari melalui fotosintesis dan mengonsumsinya kembali pada malam hari melalui respirasi. Durasi siang yang relatif singkat (hanya sekitar 9-10 jam dari total 19 jam) diduga membatasi jumlah oksigen yang bisa dilepas secara bersih ke atmosfer. Dengan waktu yang lebih singkat untuk berfotosintesis dan waktu yang relatif panjang (jika dibandingkan siang hari) untuk respirasi dan proses geokimia lainnya yang mengonsumsi oksigen (seperti oksidasi mineral), akumulasi oksigen di atmosfer berjalan sangat lambat, menahan perkembangan kehidupan yang lebih kompleks.
Setelah Bumi keluar dari kondisi keseimbangan tersebut—kemungkinan karena perubahan komposisi atmosfer, pergeseran benua yang mengubah sirkulasi laut dan atmosfer, atau faktor-faktor lain yang mengganggu resonansi—barulah hari kembali memanjang mendekati 24 jam. Dengan hari yang lebih panjang, periode siang untuk fotosintesis juga bertambah, memungkinkan akumulasi oksigen yang lebih besar. Perubahan ini memicu ‘Peristiwa Oksigenasi Besar’ (Great Oxidation Event) kedua, yang dikenal sebagai Neoproterozoic Oxidation Event (NOE), sebuah lonjakan dramatis kadar oksigen sekitar 800-540 juta tahun yang lalu. Peningkatan oksigen ini secara fundamental mengubah kimia lautan dan atmosfer Bumi, membuka jalan bagi munculnya dan diversifikasi kehidupan kompleks, termasuk organisme multiseluler besar yang membutuhkan lebih banyak oksigen untuk metabolisme mereka yang lebih canggih, puncaknya pada Ledakan Kambrium.
Lantas, bagaimana para ilmuwan bisa mengetahui detail sejarah rotasi Bumi yang begitu purba? Bukti-bukti menakjubkan ini tidak didapatkan dari mesin waktu, melainkan dari ‘jam’ alami yang tersimpan dalam batuan purba. Para ilmuwan geologi dan astrofisika menganalisis lapisan-lapisan sedimen yang disebut ‘rhythmites’ atau ‘pasang surut ritmis’. Batuan ini terbentuk di lingkungan laut dangkal yang terpengaruh pasang surut. Setiap lapisan tipis dalam batuan ini dapat mewakili siklus pasang surut harian, bulanan, atau bahkan tahunan. Sebagai contoh, ‘batuan pasang surut’ dari formasi geologi di Australia atau Kanada, yang berusia miliaran tahun, menunjukkan pola pengendapan yang konsisten dengan jumlah pasang surut yang terjadi dalam sehari. Dengan menghitung dan menganalisis pola lapisan-lapisan ini dari batuan yang berusia miliaran tahun dari berbagai belahan dunia, para peneliti dapat merekonstruksi durasi hari di masa lalu dengan akurasi yang luar biasa. Metode ini adalah contoh brilian dari bagaimana geologi dapat mengungkap rahasia astronomi masa lalu.
Meski terjadi miliaran tahun lalu, rotasi Bumi hingga kini masih terus berubah, bahkan dalam hitungan sepersekian milidetik, dipengaruhi oleh angin, arus laut, dan dinamika inti planet. Perubahan-perubahan kecil ini secara teratur dipantau oleh para ilmuwan menggunakan berbagai teknologi presisi, seperti Global Positioning System (GPS) dan interferometri radio. Terkadang, kita bahkan perlu menambahkan ‘detik kabisat’ (leap second) ke jam atom global untuk menyelaraskannya dengan rotasi Bumi yang tidak selalu seragam, yang menunjukkan bahwa planet kita masih terus berevolusi dalam skala waktu yang jauh lebih kecil sekalipun.
Sejarah panjang itu masih tersimpan dalam batuan, mikroba purba, dan detak halus rotasi Bumi hari ini. Penemuan ini tidak hanya mengubah pemahaman kita tentang masa lalu geologis planet kita, tetapi juga menyoroti betapa rumit dan saling terkaitnya sistem Bumi, dari interaksi gravitasi Bulan dan Matahari hingga dinamika atmosfer dan evolusi kehidupan itu sendiri. Ini adalah pengingat bahwa alam semesta adalah sebuah mesin raksasa yang terus bergerak dan berubah, di mana setiap komponen memiliki peran krusial. Jadi, kali lain Anda menikmati hari selama 24 jam, ingatlah bahwa itu adalah hasil dari miliaran tahun interaksi kosmik yang menakjubkan, dan bahwa durasi hari yang kita alami saat ini adalah sebuah ‘hadiah’ dari keseimbangan alam semesta yang terus bergeser dan membentuk takdir kehidupan di Bumi.
